Kamis 03 Jan 2019 16:40 WIB

PPI Taiwan Tekankan Korelasi Magang dan Prodi Mahasiswa

Magang atau kerjanya harus punya korelasi dengan studinya

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Mahasiswa belajar di kampus
Foto: flickr
Mahasiswa belajar di kampus

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Taiwan Sutarsis menilai, perlu ada korelasi antara program magang dengan program studi (prodi) yang diambil oleh mahasiswa yang mengikuti program kuliah-magang New Southbound Policy di Taiwan. Untuk itu dia mendukung adanya perubahan tata kelola program tersebut ke arah lebih baik dan menguntungkan kedua belah pihak.

Perubahan tata kelola dinilai urgen, mengingat, dari beberapa pemberitaan media di Taiwan para mahasiswa Indonesia di salah satu universitas terkait melakukan magang di pabrik contact lens setempat sebagai pengemas contact lens. Padahal, pekerjaan mengemas contact lens bukanlah pekerjaan seorang tenaga ahli.

“Idealnya dan menurut pemahaman kami seharusnya magang atau kerjanya harus punya korelasi dengan studinya,” kata Sutarsis saat dihubungi Republika, Kamis (3/1).

Sutarsis mengatakan, program kuliah-magang New Southbound Policy relatif baru yang merekrut siswa SMA/SMK di Indonesia untuk kuliah S1 dengan skema biaya mandiri melalui magang atau kerja. Adapun implementasi pengaturan jam kuliah dan magang masih mengikuti universitas masing-masing.

“Dan memang ada ditemukan universitas yang kerja atau magangnya melebihi ketentuan 20 jam per pekan untuk intership,” jelas Sutarsis.

Menurut dia, hingga kini Kantor Dagang dan Ekonomi (KDEI) masih melakukan pendalaman terhadap informasi tersebut. Namun untuk mencegah dampak negatif lebih jauh, Pemerintah Indonesia melalui KDEI Taipei sedang mengkoordinasikannya dengan otoritas terkait di Taiwan guna menyepakati solusi bersama.

Diketahui, masalah ini bermula dari tawaran skema mahasiswa melalui program New Soutbound Policy, yaitu kebijakan pemerintah Taiwan untuk kerja sama dan pertukaran pelajar dengan negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Mahasiswa tersebut diduga dijebak oleh oknum pelaksana dengan iming-iming akan mendapatkan beasiswa kuliah di Taiwan.

Dari laporan yang diterima Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) para mahasiswa yang diduga dijebak tersebut mayoritas perempuan. Mereka diduga mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan seperti dipaksa bekerja selama 10 jam dalam satu hari dengan bayaran yang murah.

Beberapa perguruan tinggi yang bekerja sama dengan penyalur tenaga kerja diduga mengirimkan mahasiswanya untuk menjadi tenaga kerja murah dipabrik-pabrik tersebut. Salah satu perguruan tinggi misalnya mempekerjakan mahasiswa asal Indonesia di sebuah pabrik contact lens, di mana mahasiswanya dipaksa berdiri selama 10 jam untuk mengemas 30 ribu contact lens setiap harinya. Sementara perkuliahan dijalani mahasiswa tersebut selama 2 hari dalam satu pekan, sisanya mereka harus bekerja di pabrik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement