Jumat 28 Dec 2018 23:33 WIB

Mahasiswa ITS Tawarkan Solusi Impor Kedelai Lewat Kancadele

Kancadele membantu menyederhanakan rantai pasok niaga kedelai.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Dwi Murdaningsih
Perajin menata susunan tempe di salah satu tempat pembuatan tempe di Pekanbaru, Riau, Kamis (4/10). Pengusaha tempe terpaksa mengurangi ukuran produknya agar usaha mereka tetap berjalan terkait harga bahan baku kedelai yang terus naik di pasaran.
Foto: Ronny Muharman/Antara
Perajin menata susunan tempe di salah satu tempat pembuatan tempe di Pekanbaru, Riau, Kamis (4/10). Pengusaha tempe terpaksa mengurangi ukuran produknya agar usaha mereka tetap berjalan terkait harga bahan baku kedelai yang terus naik di pasaran.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Saat ini mayoritas suplai kedelai yang ada di Indonesia masih bersumber dari impor, sehingga harga kedelai lokal pun menjadi lebih mahal daripada kedelai impor. Berangkat dari permasalahan tersebut, mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya merancang aplikasi bisnis untuk memberikan solusinya dengan nama Kancadele.

Adalah Muhammad Arif Setiadi, Nur Aeni Elmi, dan Asma’ul Khusna, yang merancang aplikasi inovatif tersebut sebagai upaya menyelesaikan permasalahan impor kedelai di Indonesia. Ketiganya merupakan mahasiswa dari Departemen Teknik Industri ITS.

Berbicara mengenai kualitas, Muhammad Arif Setiadi beranggapan, kualitas kedelai lokal saat ini masih belum bisa bersaing dengan kedelai impor. “Oleh karena itu, aplikasi Kancadele ini kami hadirkan untuk membantu pemasaran kedelai lokal dan edukasi untuk petani kedelai lokal,” ujar mahasiswa Arif dalam pesan singkatnya, Jumat (28/12).

Arif menjelaskan, aplikasi Kancadele akan membantu menyederhanakan rantai pasok antara petani kedelai lokal dengan pengrajin olahan kedelai seperti pembuat tahu, tempe, dan susu kacang kedelai. Sehingga harga asli kedelai dari petani tidak dapat berubah atau meningkat karena dipengaruhi oleh para tengkulak, seperti distributor dan wholesaler.

Ditambahkan Arif, visi dari aplikasi ini adalah bisa membantu produk kedelai lokal Indonesia untuk menjadi lebih unggul daripada produk impor. Dengan begitu, Kancadele dapat membantu menyejahterakan petani kedelai dan Indonesia tidak ketergantungan dengan kedelai impor.

Ketika disinggung soal nama Kancadele, Arif mengaku terinspirasi dari bahasa Jawa. Ia menjelaskan, Kancadele sendiri merupakan gabungan dari dua kata, yakni kanca yang berarti teman, dan dele yang merupakan pengucapan kata kedelai dalam bahasa Jawa.

“Melalui nama tersebut diharapkan aplikasi Kancadele ini dapat menjadi ‘teman’ bagi petani kedelai dan pelaku industri kacang kedelai di Indonesia,” ujarnya.

Berbekal ide bisnis Kancadele tersebut, tim ini pun sukses meraup dua gelar juara sekaligus sebagai juara kedua dan ketiga pada kompetisi ide bisnis, beberapa waktu lalu. Dua kompetisi tersebut yakni Business Plan Competition Hology (House of Technology) dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya, dan pada ajang Agribusiness Business Plan Competition (ABPC) 2018 dari Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement