Sabtu 22 Dec 2018 22:48 WIB

Memahami Poligami dari Tokoh Nusantara

Soekarno jelaskan alasannya berpoligami.

Rep: Muhammad Ikhwanuddin/Fuji E Permana/ Red: Teguh Firmansyah
Keluarga poligami
Foto: Ilustrasi
Keluarga poligami

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Riwayat poligami sudah ada jauh sebelum Islam datang.

Menurut sejarawan, Tiar Anwar Bachtiar, poligami dalam masa kerajaan hingga ke masa kolonial Belanda di Indonesia merupakan hal yang lumrah.

Hingga saatnya, menjelang akhir abad 19, gelombang penolakan terhadap poligami mulai bermunculan, meski masih berupa pemikiran hangat-hangat kuku.

Kendati demikian, karena arus komunikasi yang belum terbuka seperti saat ini, poligami pada masa pra-kemerdekaan banyak dilakukan, terutama oleh priyai, sultan, ulama, dan tokoh sentral perjuangan.

"Kakeknya Gus Dur, Hasyim Asy'arie itu poligami. Banyak kiai lain yang berpoligami dan mereka baik-baik saja saat itu," katanya kepada Republika.co.id.

Baca Juga: Ribut-Ribut Poligami, Ini Penjelasan MUI.

Menurutnya, poligami oleh tokoh zaman dahulu memang didukung oleh kultur di daerah tertentu yang mendukung hal itu. Ia menilai, banyak narasi-narasi timpang soal poligami yang hanya menjelaskan bagian-bagian buruk dari laki-laki beristri lebih dari satu. Sementara, riwayat tentang harmonisme dalam hubungan poligami tidak diangkat.

"Imam besar seperti Hanafi, Hambali, Syafi'i, dan Maliki mereka berpoligami dan rumah tangganya baik," ujarnya.

Tokoh lain yang sering disebut-sebut sebagai legitimasi dalam berpoligami adalah Soekarno.  Dalam buku 'Soekarno Paradoks Revolusi Indonesia' (2010), Soekarno memiliki sembilan istri: Oetari, Inggit Garnasih, Fatmawati, Hartini, Dewi Sukarno, Haryati, Yurike Sanger, Kartini Manoppo dan Heldy Djafar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement