Rabu 19 Dec 2018 21:25 WIB

Ikatan Alumni Habibie Siap Bantu Jerman Promokan Pendidikan

Dubes Jerman berharap banyak mahasiswa Indonesia belajar ke Jerman.

Rep: Lintar Satria/ Red: Gita Amanda
Ketua Umum Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE) Bimo Sasongko saat melakukan kunjungan ke Kantor Republika, Jakarta, Rabu (10/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Umum Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE) Bimo Sasongko saat melakukan kunjungan ke Kantor Republika, Jakarta, Rabu (10/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE) siap bantu Jerman promosikan pendidikan di Indonesia. Ketua IABIE Bimo Joga Sasongko yang berkunjung ke Dutaan Besar Jerman di Indonesia mengatakan dalam pertemuaan tersebut Duta Besar Jerman untuk Indonesia Peter Schoof berharap ada banyak mahasiswa Indonesia yang belajar ke Jerman.

"Dia juga mengungkapkan jumlah mahasiswa di Jerman kok masih berjumlah 4.000 orang, apa yang bisa meningkatkan mahasiswa Indonesia di Jerman, ya kami bilang 'Anda kurang promosi' dibanding Inggris, Amerika, Australia, bahkan sekarang Cina sekarang aktif sangat militan pendidikan ke Indonesia' jadi menurut kami kendalanya di situ," kata Bimo, Rabu (19/12).

Bimo mengatakan dalam pertemuan itu IABIE berharap Jerman membantu Indonesia memperkuat sumber daya manusia khususnya di sektor keterampilan. Sebab Jerman dikenal memiliki sistem pendidikan kejuruan yang sangat bagus. Bimo berharap Indonesia meniru kurikulum sistem pendidikan Jerman.

"Indonesia kan punya banyak SMK-SMK tapi kan kurang berkualitas, kurang terhubung dengan industri nah kami ingin Jerman membantu kurikulumnya," kata Bimo.

Bimo mengatakan dalam pertemuan ini ia juga membahas tentang pembangunan Sumber Daya Manusia yang menjadi prioritas Presiden Joko Widodo setelah insfrastruktur. Salah satunya pemerintah Indonesia ingin mengirimkan satu juta orang ke luar negeri.

Bimo berharap Jerman dapat menanggapi rencana Presiden Joko Widodo tersebut. Ia berharap Jerman dapat membuka pintu agar 1 juta orang ini tidak datang ke negara lain. Terutama Jokowi juga menyebutkan tidak hanya akan mengirim orang-orang terpandai saja.   

"Ya, kata dia masalahnya di Jerman memang sistem pendidikannya sangat berkualitas jadi yang masuk harus bagus, tapi dia akan mempertimbangkan mencari program-program yang bisa cocok dengan permintaan pemerintah Indonesia," tambah Bimo.

Bimo mengatakan Peter Schoof sedikit kecewa dengan  LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan). Karena tidak banyak universitas Jerman yang masuk dalam daftar universitas beasiswa yang kelola negara tersebut. Lebih banyak universitas Amerika dan Inggris karena acuannya LPDP dari rangking universitas dunia.

"Universitas Jerman banyak yang tidak ada disitu padahal berkualitas tinggi, biasalah kata dia 'urusan politik, urusan bisnis karena yang membuat rankingnya siapa' jadi ya wajar disitu ia mau mempromosikan ke LDPD, ke kementerian keuangan, kami akan bantu untuk itu," kata Bimo. 

Selain membahas pendidikan dalam pertemuan ini Bimo juga banyak membahas sumber daya manusia. Bimo mengatakan Schoof melihat bangsa Indonesia cenderung introvert dibandingkan negara-negara lainnya.  

"Dia merasa bangsa indonesia bangsa yang besar tapi kok introvert, bangsanya besar 250 juta orang tapi kok anehnya dia jalan-jalan ke Plaza Indonesia tapi kok banyak yang nggak bisa bahasa Inggris, padahal itu di pusat ibu kota Indonesia, mal termahal di Indonesia," kata Bimo.

Selain masyarakatnya Bimo dan Schoof juga membahas tentang perusahaan-perusahaan Indonesia yang tidak mengadakan eksibisi besar untuk mempromosikan produk-produk mereka. Tidak seperti negara-negara di Asia Pasifik lainnya seperti Cina yang baru-baru ini membuat China International Expo di Shanghai bulan November lalu.

"Dia juga menceritakan perusahaan-perusahaan Indonesia kok tidak aktif mempromosikan produknya, menarik minat investor contoh eksibisi internasional di Asia Pasifik di Tokyo, di Cina, di Indonesia itu tidak ada cuma ada satu namanya perusahaan Arta, sedangkan yang lain banyak buka stan, besar, ya kami sih menyebutnya tidak ada energi, tidak ada sumber daya, keuangan juga," tambah Bimo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement