Wednesday, 15 Syawwal 1445 / 24 April 2024

Wednesday, 15 Syawwal 1445 / 24 April 2024

MPR, Kearifan Lokal, dan Empat Pilar Bangsa

Selasa 18 Dec 2018 16:49 WIB

Rep: Priyantono Oemar/ Red: Gita Amanda

Anak-anak di Kampung Inggris Mangrove Center Graha Indah, Balikpapan Utara.

Anak-anak di Kampung Inggris Mangrove Center Graha Indah, Balikpapan Utara.

Foto: (foto: Dokumentasi Mangrove Center Graha Indah)
Pengelolaan hutan bakau bisa menjadi pelaksanaan nilai dari empat pilar bangsa.

REPUBLIKA.CO.ID, BALIKPAPAN -- Per hari ada 5-10 rombongan pengunjung. Mereka akan diantar dengan perahu berkeliling melihat hutan bakau di pantai Kelurahan Graha Indah, Balikpapan Utara.

"Kalau kurang perahu, kita minta bantuan perahu dari tempat lain,’’ ujar Agus Bei, perintis Mangrove Center Graha Indah, Sabtu (15/12).

Sewa perahu berpenumpang 10 orang itu Rp 300 ribu untuk sekali perjalanan selama satu jam. Sebanyak Rp 50 ribu dipotong untuk kas Mangrove Center. Sisanya menjadi hak pemilik perahu. Ada lima perahu di Mangrove Center Graha Indah. Bukan milik Agus Bei selaku perintis tunggal penanaman kembali bakau di hutan bakau Graha Indah, melainkan milik warga.

"Kalau saya mau, saya bisa membeli perahu dan membuat guest house, tetapi untuk apa kalau keberadaan Mangrove Center tak ada manfaat bagi warga sekitar,’’ ujar Agus yang memiliki istri kepala sekolah itu.

Agus memperlihatkan contoh pengamalan butir-butir sila kelima dari Pancasila. Pancasila menjadi salah satu pilar yang terus disosialisasikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Pengelolaan hutan bakau di Mangrove Center Graha Indah bisa dijadikan contoh pelaksanaan nilai-nilai yang menjadi bagian dari empat pilar bangsa. Ketika Agus Bei memulai penanaman bakau, dari 150 hektare hutan bakau yang ada di kawasan itu, 90 hektarenya sudah rusak.

photo
Evaluasi publikasi sosialisasi empat pilar bangsa (foto: priyantono oemar/republika)

Rombongan media yang tergabung dalam Media Expert Meeting (MEM) MPR RI juga mengunjungi Mangrove Center Graha Indah ini. MEM MPR RI merupakan pertemuan media yang bekerja sama dengan MPR melakukan sosialisasi Empat Pilar Bangsa.

Agus yang meraih Kalpataru pada 2017 itu bisa menjadi contoh bagi generasi milenial menjalankan nilai-nilai Empat Pilar Bangsa (Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika). Dan, selalu saja ada rombongan anak sekolah dan mahasiswa yang berkunjung ke Mangrove Center Graha Indah.

Karena hutan bakau rusak, saat itu bekantan tak ada di hutan bakau Graha Indah. "Sekarang ada sekitar 400-500 bekantan di sini,’’ ujar Agus. "Banyak belantan di pohon bakau dekat rumah sini,’’ ujar Septi Lestari, warga Graha Indah, yang membuka Kedai Maceku. Maceku kependekan dari mangrove center kujaga untukmu.

Usaha kedai dibuka untuk menjual makanan-minuman dan suvenir. "Kami buka usaha bukan untuk uang, tapi untuk pembelajaran agar pengunjung tidak membawa botol minuman dari luar lalu membuangnya di sini,’’ ujar Andi Syam, suami Septi.

Namun oleh-oleh yang dijual bukanlah produk makanan olahan dari bakau. Mereka tak memanfaatkan bakau untuk ekonomi kreatif bidang makanan. "Mangrove menjadi hak makhluk lain yang membutuhkannya, yaitu bekantan,’’ ujar Agus.

Syam dan Septi baru Agustus lalu menetap di Graha Indah, membantu pengembangan Mangrove Center, dengan meninggalkan pekerjaan lamanya. Ia membantu merintis Kampung Inggris dan kampung tradisional, dengan melibatkan teman-temannya menjadi relawan. "Tiap sore anak-anak belajar bahasa Inggris,’’ ujar Syam.

Penguasaan bahasa Inggris diperlukan karena banyak bule yang berkunjung. Kebanyakan dari Eropa dan Kanada. "Dengan bahasa Inggris, nanti mereka bisa menjadi pemandu pengunjung bule,’’ ujar Syam.

Pengunjung bule, kata Agus, mencapai 25 persen dari jumlah pengunjung Mangrove Center. Di antara mereka ada peneliti bakau.

Dulu, ketika hutan bakau masih rusak, pernah ada puting beliung dari laut sampai darat karena tak tertahan oleh hutan bakau. Akibatnya, ada 300 rumah di Graha Indah rusak. Saat air pasang, air laut pun sampai ke perumahan.

Belajar otodidak tentang bakau, Agus pun memberanikan diri memulai penanaman pada 2007. Ia memperlihatkan salah satu pohon bakau di dermaga yang ia tanam 17 tahun lalu, dari jenis Rhizophora apiculata. Ia juga menunjukkan pohon-pohon bakau yang tumbuh alami dan pohon-pohon bakau yang mati disambar petir. Namun ia tak perlu lagi menanaminya karena secara alami telah tumbuh tunas-tunas baru.

Agus sangat kagum pada pohon bakau yang tumbuh di lumpur tetapi akarnya mencengkeram, sehingga ketika ada puting beliung, tetap berdiri kuat. Maka, ketika kini hutan bakau telah asri lagi, tak ada lagi puting beliung yang menerjang Graha Indah. Puting beliung tertahan hutan bakau. Tak ada lagi banjir pasang, karena air laut tertahan hutan bakau. Tak ada lagi abrasi.

Kearifan lokal

Membangun semangat kebersamaan mengelola hutan bakau secara swadaya dan mencintai lingkungan menjadi contoh yang telah ditunjukkan Agus Bei. Berbekal dengan nilai kearifan lokal di situ bumi dipijak di situ langit dijunjung, pria kelahiran Banyuwangi itu telah berbuat sesuatu yang berharga bagi bangsa.

Di Desa Komodo, Pulau Komodo, kearifan lokal juga memunculkan wajah kebersamaan yang ada di Pancasila. MEM MPR RI pernah mengunjungi Komodo. Ada 1.712 jiwa penduduk Desa Komodo. Mereka memiliki kearifan lokal ahang sama untuk menyelesaikan masalah.

"Ahang sama ngodo keboro te,’’ jelas Dedi, warga Komodo yang menjadi pemandu wisata di Pulau Komodo. "Makan bersama duduk melingkar,’’ ujar Dedi menerjemahkan kalimat sebelumnya yang ia ucapkan dalam bahasa Komodo.

Untuk menyelesaikan masalah, warga berkumpul untuk ahang sama, lalu tetua kampung memberi nasihat, Moke lelo masala ne. Lelo ata ne, si hia, si ahu, si hete. Artinya, jangan lihat masalahnya, tetapi lihatlah orangnya. Siapa dia, siapa saya, siapa kita.

"Yang ditekankan adalah kebersamaan, persaudaraan," ujar Usman, warga Komodo yang juga menjadi pemandu wisata Komodo.

Usman menjelaskan, komodo jantan akan berantem ketika musim kawin, memperebutkan komodo betina. Tetapi komodo-komodo itu bisa bercengkerama saat makan bersama.

photo
Penangkaran penyu di Pulau Sangalaki, Kepulauan Derawan (foto: priyantono oemar/republika)

Di Kepulauan Derawan, peserta MEM MPR RI bisa melihat penataan lingkungan saat berkunjung ke sana. Pulau Sangalaki yang selama ini menjadi tempat perburuan penyu oleh warga, kini menjadi pusat penangkaran penyu. Meski pada awalnya warga menolak, tetapi lambat laun kesadaran menjaga penyu semakin tebal.

"Satu malam biasanya ada 10 induk yang datang bertelur,’’ ujar Ketut Sukana, petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur

Di Derawan, kuliner balelo menjadi salah satu yang dicicipi peserta MEM MPR RI. Balelo merupakan kerang yang hidup di perairan Derawan. Masyarakat Derawan biasa menyertakan menu balelo di acara makan bersama. Tradisi makan bersama menjadi kearifan lokal Derawan yang digunakan untuk menjaga kebersamaan.

Kearifan lokal bisa dijadikan contoh ketika membahas empat pilar bangsa. MPR RI memang terus mempertajam materi dan mencari cara agar sosialiasi empat pilar bisa terus meluas, termasuk kepada kalangan milenial.

Pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai yang terkandung dalam Empat Pilar Bangsa bisa menjadi benteng persatuan dan kesatuan bangsa. "Kita lakukan yang terbaik untuk semuanya,’’ ujar Kepala Biro Humas MPR RI Siti Fauziah, tentang usaha terus-menerus yang akan dilakukan MPR dalam pelaksanaan sosialiasi Empat Pilar Bangsa di tahun politik 2019.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler