Sabtu 15 Dec 2018 12:33 WIB

Masalah Elektrifikasi Daerah Pesisir, Ini Solusinya...

Gelombang laut yang terlihat tidak menentu sebenarnya memiliki energi.

Rep: Wilda Fizriyani / Red: Agus Yulianto
Gelombang Laut (Ilustrasi)
Foto: Hickerphoto
Gelombang Laut (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Mahasiswa Teknik Elektro, Universitas Brawijaya (UB) Kota Malang, berhasil menemukan alternatif solusi dari masalah elektrifikasi di daerah pesisir. Alat bernama Cantilever Piezoelectric Energy Harvester with Energy Bank System for Fisherman (Caption) ini diciptakan oleh Kevin Rachman Firdaus, Ariq Kusuma Wardana, dan Mohammad Mufti Fajar.

Anggota tim Ariq Kusuma Wardana menjelaskan, terciptanya prototipe ini dilatarbelakangi oleh kurang meratanya elektrifikasi pada masyarakat pesisir. Situasi ini dinilai telah menimbulkan kesenjangan dan menurunnya kesejahteraan bagi nelayan. 

Kata dia, alat elektronik yang seharusnya membantu memudahkan nelayan, tapi justru menambah permasalahan baru. "Itu karena masalah pasokan listrik," kata Ariq.

Ariq mencontohkan, salah satu kondisi yang sering ditemukan di masyarakat pesisir. Salah satunya, yakni lemari pendingin ikan acap dialihfungsikan sebagai lemari baju. Kondisi ini tentu sangat disayangkan apabila terus menerus terjadi di masyarakat nelayan.

“Selain itu, pemerintah juga menyadari, bahwa pembangkitan listrik berbahan dasar batubara perlu direvisi sehingga pemanfaatan renewable energy perlu dimanfaatkan,” ujarnya.

photo
Mahasiswa Teknik Elektro, Universitas Brawijaya (UB) Kota Malang, berhasil menemukan alternatif solusi dari masalah elektrifikasi di daerah pesisir. Alat bernama CAPTION (Cantilever Piezoelectric Energy Harvester with Energy Bank System for Fisherman) ini diciptakan oleh Kevin Rachman Firdaus, Ariq Kusuma Wardana dan Mohammad Mufti Fajar.

Melihat situasi tersebut, ketiga mahasiswa ini pun mencoba menawarkan solusi dengan alat bernama Caption. Prototipe ini menawarkan alternatif solusi dengan memanfaatkan gelombang laut dan kantilever piezoelektrik. 

Piezoelektrik sendiri merupakan alat pemanen energi yang bersumber dari getaran dan diubah menjadi tegangan listrik. Sistem kantilever menghasilkan getaran dan defleksi secara berulang. Sistem ini menghasilkan energi listrik yang murah dan mudah diaplikasikan.

"Jadi (intinya) kita di sini membuat sebuah generator atau lebih tepatnya energi harvester yang bertugas untuk mengumpulkan energi," kata Ketua Tim, Kevin Rachman Firdaus saat ditemui wartawan di Gedung Teknik Elektro UB, Malang, Rabu (12/12)

Lebih detail, Kevin menerangkan, gelombang laut yang terlihat tidak menentu sebenarnya memiliki energi yang kecil. Namun, hal kecil tersebut justru dapat dimanfaatkan apabila dikumpulkan hingga menjadi energi besar. Hal ini yang memunculkan ide tim untuk membuat alat yang dapat mengumpulkan energi dari gelombang laut.

Secara fisik, alat ini, berbentuk gearbox yang diletakkan pada sisi kiri dan kanan kapal. Di alat tersebut juga berisi pelampung, mekanisme gear, blade serta kantilever piezoelektrik. Kemudian juga dilengkapi dengan energy storage berupa akumulator untuk menjadi energyharvester

Dari sejumlah komponen tersebut, Kevin menjelaskan, cara kerja alat ini memiliki pengaruh yang kuat satu sama lain. Dalam hal ini energi harvester akan aktif apabila terkena gelombang laut dengan ditandai menaiknya pelampung. 

Pelampung yang berada di kondisi tersebut akan memicu dan mengggerakan mekanisme roda geer. Proses  tersebut kelak melipatgandakan putaran dari roda gigi yang besar ke kecil. "Nah, lalu dari mana bisa menghasilkan listriknya?"

Menurut Kevin, sumber listrik berasal dari material bernama kristal piezoelektrik. Material ini memiliki kelebihan karena lebih mencari keadaan energi yang tidak konstan atau berubah. Kondisi ini jelas sangat berbeda dengan generator pada umumnya di pasaran.

Generator biasa akan berumur pendek apabila diberikan sumber energi yang tidak konstan atau berubah-rubah. Hal ini jelas sangat berbeda dengan piezoelektrik di mana tegangannya akan semakin besar dalam kondisi tersebut. "Daya yang dihasilkan pun akan lebih banyak, energi yang dihasilkan juga lebih banyak," jelas pria berkacamata ini.

Di kesempatan itu, tim Kevin juga menjelaskan, telah melakukan survei di mana nelayan ternyata melaut selama enam sampai delapan jam. Dengan durasi tersebut, nelayan dinilai mampu menghasilkan energi sebesar 17,84 Wh sampai 22,12 Wh. Energi ini dapat semakin bertambah apabila dikembangkan dari segi kualitas dan kuantitas piezoelektriknya. Hal ini termasuk dengan menambah kuantitas defleksi piezoelektrik serta lamanya penyimpanan energi.

Karena alat ini, mahasiswa UB ini pun berhasil menorehkan prestasi di ajang Indonesia Energy Innovation Challenge 2018. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Hasanuddin pada 21sampai 23 November 2018. Diikuti oleh 40 peserta dari 14 tim dari seluruh Indonesia, tim CAPTION mampu menarik perhatian dewan juri dari Kementrian ESDM dengan bentuk alat dan mekanisme yang cukup sederhana tapi berdampak besar. 

Kevin menceritakan, alat ini dinilai mampu menjadi alternatif solusi masalah elektrifikasi bagi daerah pesisir. Sebab dibandingkan dengan generator yang rumit, alat ini cukup mudah dan sederhana jika diaplikasikan ke nelayan. Terlebih, alat ini cukup ekonomis karena hanya menghabiskan biaya sebesar Rp 950 ribu.

Di bawah bimbingan Dosen Eka Maulana, alat berupa prototipe yang dipersiapkan kurang lebih selama dua bulan ini mampu memberikan hasil memuaskan. “Semoga ke depan alat ini mampu menemukan komponen tepat guna yang melalui beberapa pengujian. Terlebih, tim CAPTION berharap adanya berbagai kolaborasi yang mendukung penelitian sehingga siap diaplikasikan pada nelayan di seluruh pantai di Indonesia,” harap Kevin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement