Rabu 05 Dec 2018 18:01 WIB

Ini Pasal dalam PP 49/2018 yang akan Digugat Guru Honorer

PGRI juga telah mengungkapkan kekecewaannya saat diundang Jokowi ke Istana

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Massa honorer K2 se-Indonesia berunjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (30/10/2018).
Foto: Antara/Reno Esnir
Massa honorer K2 se-Indonesia berunjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (30/10/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Forum Honorer Kategori Dua Persatuan Guru Republik Indonesia (FHK2-PGRI) Andi Nasrun menegaskan, keputusan untuk menggugat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK adalah keputusan bersama forum honorer. Rencananya, PP tersebut baru akan digugat ke Mahkamah Agung pada pekan depan.

Andi mengungkapkan, forum honorer PGRI juga telah mengungkapkan kekecewaannya saat diundang ke istana Merdeka hari ini. "Itu sudah keputusan forum, tadi pertemuan dengan Presiden juga telah diungkapkan kekecewaan para guru atas isi PP itu," kata Andi saat dihubungi Republika, Rabu (5/12).

(Baca: Guru Diminta Cermati PP 49/2018 Sebelum Ajukan Gugatan)

Dia mencatat, ada beberapa pasal yang akan digugat karena dinilai tidak rasional dan cacat hukum. Misalnya pasal 10 ayat (1), pasal 16, pasal 26, pasal 37, pasal 57 dan pasal 60.

Pasal 10 ayat (1) PP 49/2018 menyebutkan bahwa pengadaan PPPK akan dilakukan secara nasional berdasarkan perencanaan kebutuhan jumlah PPPK. Isi ayat ini, menurut Andi tidak relevan karena sesungguhnya peta kebutuhan tenaga guru dan kependidikan sudah jelas tingkat kebutuhannya, termasuk soal jumlah kebutuhan dan wilayah tempatnya.

Kemudian, lanjut Andi, pasal yang akan digugat adalah pasal 16 yang mengatur tentang syarat pelamar PPPK. Pasal 16 menjelaskan bahwa setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PPPK dengan memenuhi persyaratan, salah satunya yaitu usia paling rendah 20 tahun dan paling tinggi satu tahun sebelum batas usia tertentu pada jabatan yang akan dilamar.

"Nah pembatasan usia maksimal 1 tahun sebelum batas usia jabatan ini tidak rasional, karena proses seleksi sampai waktu pengumuman memakan waktu yang pada akhirnya masa kerja Calon PPPK batas waktu 1 tahun tidak mungkin melaksanakan pekerjaannya sampai batas usia pensiun nya," jelas Andi.

Selanjutnya, pada pasal 26 ayat (1) yang menyebutkan bahwa panitia seleksi instansi pengadaan PPPK dapat melakukan uji persyaratan fisik, psikologis dan atau kesehatan jiwa dalam pelaksanaan seleksi kompetensi sesuai dengan persyaratan jabatan pada instansi pemerintah. Menurut Andi, poin ini juga sangat tidak relevan, karena ayat ini menginstruksikan untuk menguji psikologis dan kejiwaan guru yang telah menjalani profesi pendidik selama bertahun-tahun dengan calon guru yang masih fresh graduate.

Pasal selanjutnya yang akan digugat yakni pasal 37 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Masa Hubungan Perjanjian Kerja bagi PPPK paling singkat 1 tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan dan berdasarkan penilaian kerja. Dia menegaskan, ayat ini dinilai tidak tepat karena tidak memberi kepastian hukum bagi PPPK.

"Lalu bagian kelima tentang pemutusan hubungan perjanjian kerja pasal 57 ayat (1). Yang menyebutkan bahwa dalam hal terjadi perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pengurangan PPPK, maka akan dilakukan pemutusan hubungan perjanjian kerja. Ini juga sangat tidak memberi kepastian hukum," jelas dia.

Pasal yang juga tidak memberi kepastian hukum terdapat pada bagian ke-8 pasal 60 ayat (1) yang menyebutkan bahwa PPPK yang tidak memenuhi target kinerja akan dilakukan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf c berdasarkan hasil penilaian kinerja.

"Terkait penilaian kinerja guru, karena Kepala Sekolah lah yang bisa menilai kinerja guru dan tenaga kependidikan, sehingga PP ini menimbulkan ketidakpastian hukum," ungkap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement