Rabu 05 Dec 2018 15:49 WIB

Fahira Idris Tagih Komitmen Parpol Selesaikan RUU Minol

Minol masih diizinkan untuk kalangan terbatas.

Rep: febrianto adi saputro/ Red: Dwi Murdaningsih
Pemusnahan Minol: Bermacam minuman beralkohol (Minol) pada pemusnahan minol oleh Polrestabes Bandung, di pelataran bekas Gedung Palaguna, Jl Asia Afrika, Kota Bandung, Jumat (3/6).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Pemusnahan Minol: Bermacam minuman beralkohol (Minol) pada pemusnahan minol oleh Polrestabes Bandung, di pelataran bekas Gedung Palaguna, Jl Asia Afrika, Kota Bandung, Jumat (3/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Miras (Genam) Fahira Idris menyesalkan begitu berlarut-larutnya pembahasan RUU LMB yang sampai saat ini belum juga ada indikasi disahkan oleh DPR. Fahira mengungkapkan, alotnya pembahasan RUU LMB menandakan banyak kepentingan yang terganggu jika minuman beralkohol (minol) diatur setingkat undang-undang.

"Jujur saya pesimistis RUU LMB bisa selesai dibahas terlebih di tahun politik seperti ini. Oleh karena itu, menurut saya, sudah saatnya publik mengangkat persoalan RUU LMB ini ke pentas Pemilu 2019 dengan menarik komitmen parpol dan para capres terhadap larangan minol di republik ini," kata senator DKI Jakarta ini, dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (5/12).

Fahira mengatakan dari sisi substansi, RUU LMB ini sudah sangat bagus, ideal, dan menjadi solusi persoalan miras yang begitu kompleks. Kata 'larangan’ pada judul, menurutnya merupakan sebuah semangat dari RUU ini akan bahaya konsumsi minol terutama bagi generasi muda. Kata dia, dalam RUU ini, minol masih diperbolehkan untuk kepentingan terbatas seperti untuk kepentingan adat, keagamaan, wisatawan, dan farmasi, sehingga tidak dilarang total.

“Jadi banyak yang salah kaprah. Intinya minol dalam RUU ini diatur untuk kepentingan terbatas dan ini sebenarnya menjadi solusi,” paparnya.

Fahiran menganggap salah satu persoalan utama maraknya pelanggaran minol saat ini yaitu ringannya sanksi hukum yang diterima para pelanggar hukum terkait minol karena belum ada aturan hukum khusus tentang minol yang tegas dan berlaku nasional. Selain itu, Indonesia dirasa belum mempunyai program nasional sosialisasi bahaya minol dan program rehabilitasi pecandu minol. Kondisi ini mengakibatkan tingkat konsumsi minol semakin tinggi.

“Semua persoalan ini (sanksi hukum dan kewajiban pemerintah melaksanakan sosialisasi bahaya minol dan memfasilitasi rehabiltasi pecandu minol) dijawab tuntas oleh RUU LMB ini. Keduanya menjadi kewajiban pemerintah. Jadi isi dan substansinya sangat bagus. Makanya kita heran kenapa tidak juga selesai dibahas,” ucap Fahira.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement