Rabu 21 Nov 2018 12:17 WIB

Kurikulum Nasional Dinilai Terlalu Normatif

Pendidikan nasional kita dinilai minim rasionalitas berpikir.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi
Foto: Putra M Akbar/Republika
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robert mengkritisi komponen isi kurikulum nasional yang selama ini diimplementasikan. Menurut dia, kurikulum nasional Indonesia masih sangat normatif.

“Sejak dari SD sampai dengan SMA bahkan di perguruan tinggi, peserta didik selalu disosialisasikan, diajarkan, dan diberikan nilai-nilai karakter moral. Namun pendidikan nasional kita sangat minim rasionalitas berpikir,” kata Robertus dalam momentum menyambut Hari Guru 2018 yang diselenggarakan Ikatan Alumni UNJ (IKA UNJ) melalui pesan tertulis, Selasa (21/11).

Semestinya, kurikulum nasional baik yang diimplementasikan di sekolah dasar hingga menengah terutama di perguruan tinggi bisa menonjolkan cara berpikir dan nalar kritis pelajar. Sehingga pelajar tidak hanya diajari muatan nilai, karakter atau hal-hal yang bersifat normatif.

Akibat dari isi kurikulum yang cenderung normatif itu adalah minimnya literasi dan cara berpikir pelajar. Robertus mengaku tidak aneh jika saat ini berita bohong atau hoaks dan ujaran kebencian begitu cepat menyebar di Indonesia.

“Masyarakat juga begitu mudahnya terpecah oleh berita-berita bohong,” ujar Robertus.

Dia mendorong agar guru atau tenaga kependidikan menjadi intelektual yang bisa mengatasi persoalan tersebut. Misalnya dengan merancang pola ajar yang reflektif dan sesuai dengan sistem belajar yang mengacu pada kemampuan nalar tinggi atau High Thinking Order Skill (HOTS).

“Tapi memang saat ini guru yang intelektual inilah yang juga kurang saat ini,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement