Sabtu 16 Jun 2018 21:09 WIB

Bendera-Bendera di Papua

Di Papua, masyarakat tak malu-malu menunjukkan dukungan pada gelaran Piala Dunia.

Seorang warga Biak Numfor mengibarkan bendera Jerman di kediamannya, Sabtu (26/6).
Foto: Istimewa
Seorang warga Biak Numfor mengibarkan bendera Jerman di kediamannya, Sabtu (26/6).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Fitriyan Zamzami

Wartawan Republika

Sejak Kamis (14/6), langit di banyak kota dan kabupaten di Papua semarak. Biru langit seketika ceria dihiasi rerupa panji aneka warna. 

Berkibar dari tiang yang dipancang di rumah-rumah warga, juga tempat-tempat usaha. Ini bukan soal lebaran yang tiba keesokan harinya.

Ramai warna-warni itu juga tak ada urusan dengan panji-panji parpol meski tahun politik kian dekat menjelang. Di Papua khususnya, gelaran Piala Dunia yang dibuka pada Jumat (15/6) di Moskow, Rusia, agaknya persoalan yang lebih penting.

Di timur sana, masyarakat tak malu-malu menunjukkan siapa yang mereka dukung setiap gelaran Piala Dunia tiba. Bendera negara peserta yang didukung mereka kibarkan tinggi-tinggi. 

Serupa barangkali sesekali nampak juga di daerah lain. Akan tetapi di Papua, levelnya berbeda. "Di Kota Jayapura ini semua orang pasang," kata Frengki Warer (34 tahun), seorang kawan lama yang juga kebetulan warga setempat saat saya hubungi, Sabtu (16/6). 

Di Jalan Mandala, Dok 5 Atas, kompleks tempatnya tinggal, bendera yang banyak berkibar adalah biru muda dan putih bendera Argentina, merah darah berornamen milik Portugal, dan kuning-hijau Brasil. Meski begitu, kata Frengki, ada juga bendera Jepang yang naik, dalam artian harafiahnya. Ada juga yang sukar menerima kenyataan dengan tetap menaikkan bendera Belanda yang tak lolos ke putaran final di Rusia tahun ini.

Sementara di rumahnya, Frengki mengibarkan bendera Brasil, tim yang prestasinya beberapa tahun belakangan seperti terjun bebas. Ia tak ambil pusing dengan catatan itu. “Brasil masih lima bintang," kata Frengki mengingatkan rekor Tim Samba memenangi helatan puncak sepak bola tersebut.

Ia mengenang, kesemarakan semacam ini sudah lama berlangsung di Papua. Setidaknya, sejak Piala Dunia 1998, ia sudah menyaksikan bendera-bendera mulai dikibarkan. 

Kala itu, ia saat masih tinggal di Biak Numfor, sebuah kabupaten kepulauan nan elok di tepian Samudera Pasifik. Saat itu, kami berdua masih duduk di bangku sekolah menengah.

Menurutnya, tak alasan bagi warga Papua merayakan Piala Dunia seperti itu kecuali untuk meramaikan. Sebab itu pula, adu dukungan itu jarang sekali berujung konflik yang tak perlu seperti saat gelaran politik tiba, misalnya.

Tokh, mau pasang bendera Merah-Putih juga negara ini belum jelas kapan bisa berlaga di putaran final Piala Dunia. Sementara pasang bendera yang satu lagi punya risiko berurusan sama aparat.

Yang bukan rahasia, sepak bola memang memiliki tempat khusus di hati dan kaki warga Tanah Papua. Tak hentinya talenta-talenta pengolah kulit bundar berprestasi muncul dari daerah itu agaknya sudah cukup jadi bukti. 

Akan tetapi dari mana bendera-bendera yang dikibarkan itu biasa diperoleh warga Papua? Jawabannya bisa dilacak dari bagaimana tradisi pasang bendera itu juga membawa rezeki tersendiri bagi Muji Riyanto (35), seorang pengusaha konfeksi di Biak Numfor. 

Pada pekan-pekan menjelang Piala Dunia, Muji bisa ditemukan sedang sibuk menjahit bendera berbagai negara di tempatnya membuka usaha di Jalan Silas Papare, Belakang Patina, Fandoi. 

Ia sudah menyelesaikan puluhan bendera dan kini berkibar di rumah-rumah warga. Untuk bendera berukuran 150 kali 90 sentimeter, ia mematok biaya Rp 150 ribu. 

Di Biak, sepengamatan Muji, bendera Jerman, Brasil, dan Portugal paling banyak berkibar. Ini kabar baik baginya karena menjahit bendera Jerman tergolong paling mudah. "Hanya tiga warna, hitam, merah, kuning," ujarnya.

Bendera itu juga yang dipasangkan seorang kawannya dari lantai dua kediamannya. Ia tak sedemikian legawa dengan tindakan itu. 

"Sebenarnya saya sakit (hati) karena saya fan Italia, hehehe..." kata dia. Buat yang tak mengikuti persepakbolaan dunia, Italia sang adidaya taktis itu juga tak lolos ke Rusia.

Riana Puspita, seorang ibu guru muda di Biak Numfor mengenang, tak hanya di Papua kebiasaan mengibarkan bendera negara peserta Piala Dunia ini menjamur. Ia ingat, di Manado, Sulawesi Utara, di mana ia juga sempat tinggal, kebiasaan serupa juga dilakukan. 

Ia suka dengan pemandangan itu karena buat dia seperti menggambarkan persaudaraan dan solidaritas lintas bangsa. Meski terkadang, dukungan yang ditunjukkan agak berlebihan juga. 

"Malah bukan hanya bendera. Ada juga orang yang rela cat rumah mereka dan pagar full dengan warna bendera negara idola mereka," dia menuturkan.

Apa bendera yang dipasang guru SMA YPK 3 Urfu di kediamannya di Ridge I, Biak? Ia memilih tak memasang bendera negara peserta manapun.  "Karena cuma Indonesia yang kasih kesejahteraan, kasih beras, dan gaji tiap bulan plus THR dan gaji ke-14," ujarnya berkelakar. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement