Jumat 22 Jun 2018 05:22 WIB

Argentina, Nigeria, dan Kartu Merah Caniggia

Tim Tango berpeluang mengikuti catatan buruk pada Piala Dunia 2002.

Lionel Messi dan rekan-rekannya menyesali kekalahan Argentina 0-3 dari Kroasia pada Piala Dunia 2018.
Foto: EPA-EFE/VASSIL DONEV
Lionel Messi dan rekan-rekannya menyesali kekalahan Argentina 0-3 dari Kroasia pada Piala Dunia 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejutan terjadi di Stadion Nizhny Novgorod, Rusia, Jumat (2/6) dini hari WIB dalam pertandingan Grup D Piala Dunia 2018. Argentina yang difavoritkan lolos ke babak 16 besar dari grup ini justru dalam masalah besar setelah ditaklukkan Kroasia dengan skor besar 0-3. Sebelumnya, tim Tango hanya mampu bermain imbang 1-1 kontra Islandia pada laga pertama.

Skenario Lionel Messi dkk lolos ke 16 besar cukup berliku. Argentina berharap Nigeria mengalahkan Islandia. Setelah itu, tim asuhan Jorge Sampaoli wajib menaklukkan Nigeria sambil berharap Islandia gagal menang dari Kroasia agar tidak perlu berhitung selisih gol karena sama-sama memiliki nilai empat. Andai Islandia menang atas Kroasia, Argentina butuh kemenangan yang besar supaya tak kalah dalam hitung-hitungan gol ini.

Skenario lainnya, Argentina masih bisa lolos meskipun Islandia mengalahkan Nigeria. Asalkan dalam laga terakhir Kroasia menaklukkan Islandia dan Argentina mengalahkan Nigeria. Di sini, Argentina dan Islandia juga akan sama-sama mengumpulkan nilai empat. Perhitungan selisih gol menentukan tim yang lolos.

Situasi rumit karena Messi dkk baru mencetak satu gol dan sudah kebobolan empat. Argentina tak hanya wajib menang atas Nigeria, tetapi juga harus mengemas banyak gol. Jika tidak, tim Tango berpeluang mengikuti catatan buruk pada Piala Dunia 2002, gagal lolos ke babak gugur. Padahal, pada Piala Dunia 1998, Argentina melaju hingga perempat final.

Kondisi Argentina pada 2002 dan sekarang mirip. Tim Tango hanya mencetak satu gol dari dua laga. Argentina kala itu lebih baik karena hanya kebobolan satu gol dari dua pertandingan. Satu kesamaan lainnya, Argentina satu grup dengan Nigeria pada 2002, sama seperti saat ini.

Pada Piala Dunia pertama dengan dua negara sebagai tuan rumah itu, Argentina mengandalkan mesin gol yang mulai menua, Gabriel Batistuta. Batigol, julukannya, mencetak gol kemenangan Argentina yang mengatasi Nigeria 1-0.

Pada pertandingan kedua melawan Inggris, Batigol tak berkutik. Penggantinya, Hernan Crespo, juga gagal mencetak gol. Argentina takluk 0-1 lewat penalti David Beckham.

Hasil ini membuat Argentina dihadapkan pada tuntutan harus menang melawan Swedia jika ingin lolos. Sebab, Swedia dan Inggris sama-sama sudah mengumpulkan nilai empat dari dua laga, sementara Argentina tiga. Kemenangan dengan skor berapa pun akan mengantarkan tim asuhan Marcelo Bielsa ke babak gugur.

Malang bagi Argentina, Andres Svensson mencetak gol pada menit ke-59, satu menit setelah Batigol ditarik akibat performanya yang tak meyakinkan. Lini belakang tim Tango kala itu diperkuat duet bek tengah Walter Samuel dan Mauricio Pochettino.

Sang pengganti, Crespo, menyamakan kedudukan pada menit ke-88. Namun, tak cukup waktu bagi Argentina untuk mendapatkan gol kemenangan di Stadion Miyagi, Jepang. Tim Tango pun harus menangisi kegagalan tereliminasi karena gagal menaklukkan Swedia.

Laga Argentina kontra Swedia ini juga mencatatkan sejarah baru yang tak layak dibanggakan. Penyerang Argentina Claudio Caniggia mendapatkan kartu merah pada injury time babak pertama, padahal ia belum masuk ke lapangan. Caniggia dinilai berlaku tak pantas dengan protes berlebihan atas keputusan wasit Ali Bijsaim asal Uni Emirat Arab.

Bijsaim melihat pemain Argentina melakukan pelanggaran dan memberikan tendangan bebas kepada Swedia. Caniggia sewot dan berteriak dengan kata-kata kasar kepada sang pengadil. Bijsaim yang berdiri tidak jauh dari bangku cadangan Argentina langsung mencabut kartu merah dari sakunya untuk mengusir Caniggia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement