Sabtu 07 Jul 2018 12:10 WIB

Kartu Merah Rooney dan Kegagalan Penalti Timnas Inggris

Inggris payah dalam adu tos-tosan.

Rep: Anggoro Pramudya/ Red: Israr Itah
Striker Timnas Inggris, Wayne Rooney (kiri)
Foto: AP Photo
Striker Timnas Inggris, Wayne Rooney (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Kemenangan timnas Inggris atas Kolombia pada Babak 16 Besar Piala Dunia 2018 mendapat suka cita luar biasa dari masyarakat negeri Ratu Elizabeth. Selain meloloskan mereka ke perempat final, the Three Lions mampu menghapus kutukan yang selalu menghantui mereka sejak 22 tahun silam.

Inggris payah dalam adu tos-tosan. Di Piala Eropa dan Piala Dunia, Inggris selalu terdepak jika pemenang harus ditentukan lewat adu penalti. 

Terakhir kali Inggris menangis pada Piala Dunia 2006. Three Lions harus menyerah dari Portugal di babak delapan besar melalui adu penalti dengan skor 1-3. Sebelumnya, kedua tim bermain imbang 0-0 hingga pengujung waktu normal di Stadion Gelsenkirchen, Jerman.

Cerita bisa saja berbeda andai Inggris tidak bermain dengan 10 orang karena kartu merah yang diterima Wayne Rooney. Berawal dari insiden antara dirinya dengan Ricardo Carvalho. Ketika berduel, entah sengaja atau tidak, Rooney menginjak alat vital Carvalho.

Tak terima rekan setimnya diperlakukan seperti itu Cristiano Ronaldo datang dan memprotes wasit karena mengeluarkan keputusan ringan. Wazza, sapaan akrab Rooney, pun mendorong Ronaldo. Provokasi Ronaldo berujung pada kartu merah Wazza.

"Saya tak berpikir kami bisa mengeluh terus tentang kartu merah tersebut, meskipun ada dua pemain Portugal yang bergantung darinya dan wasit bisa memberikan tendangan bebas. Tapi benar itu adalah salah satu hal yang merugikan bagi Inggris," kata pelatih Inggris saat itu Sven Goran Eriksson dikutip dari Guardian, beberapa waktu lalu.

Meski demikian, perjuangan Tiga Singa patut diacungi jempol karena bisa menahan serangan demi serangan Selecao das Quinas hingga membawa mereka ke babak tos-tosan. "Kami telah berlatih penalti begitu banyak saya tidak berpikir kami bisa berlatih lagi. Tetapi, akhirnya kami keluar dari turnamen dan itu sangat menyakitkan," sambung eks pelatih SS Lazio.

Hanya Owen Hargreaves yang bisa bikin gol ketika menjadi eksekutor dari titik putih. Frank Lampard, Steven Gerrard dan Jamie Carragher gagal. Ricardo, kiper yang sempat bermain untuk Leicester City menjadi momok menakutkan timnas Inggris. Sebab Ricardo juga menghancurkan mimpi Inggris pada ajang Euro 2004 melalui skenario serupa.

Sebelum pertandingan dimulai kiper Portugal Ricardo sempat bertemu dengan pelatih Sven Goran Eriksson. Ia mengaku apabila Inggris tidak ingin berakhir imbang tanpa gol dan berlanjut ke babak penalti.

"Apakah kami bermain untuk imbang? Ya, kami tidak mengambil risiko apa pun karena kami yakin menang dalam penalti. Eriksson berbicara sebelum pertandingan dan dia mengatakan bahwa dirinya tak ingin berakhir penalti karena pemain Inggris tidak ingin berhadapan dengan saya," jelas Ricardo dikutip Telegraph.

Rasa percaya diri Ricardo meningkat setelah berhasil menepis tendangan pertama Frank Lampard. Ia mengucapkan kepada rekan setim bahwa Portugal akan memenangi pertandingan ini. "Ketika selesai menepis tendangan salah satu pemain penting mereka (Inggri) saya melihat Gerard dan Ferdinand, kepala mereka tertunduk. Di situ saya melihat kami memiliki keuntungan," sambung dia.

Inggris seperti negara langganan bala jika harus mengakhiri pertandingan lewat eksekusi titik putih. Sudah sekitar 22 tahun, penalti menjadi lubang neraka. Drama penalti banyak membawa nestapa bagi tim Tiga Singa sampai akhirnya cerita sedih itu berakhir pada Piala Dunia 2018. Setidaknya, hingga babak 16 besar.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement