Kamis 15 Nov 2018 13:00 WIB

'Buku Masuk Rumah', Perjuangan Meningkatkan Minat Membaca

Kebiasaan membaca harus dimulai dari rumah tangga.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Dwi Murdaningsih
Anak- anak membaca buku di Perpustakaan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Gondangdia, Jakarta, Rabu (23/10).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Anak- anak membaca buku di Perpustakaan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Gondangdia, Jakarta, Rabu (23/10).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Sudah banyak cara dilakukan pemerintah untuk menggenjot minat baca masyarakat Indonesia. Salah satunya dengan menyediakan perpustakaan keliling, mencoba menjemput bola ke target pembaca. Namun cara ini masih saja dianggap belum sepenuhnya optimal. Belum semua orang, terlebih warga dengan usia dewasa, mau mengakses perpustakaan keliling.

Masih buramnya 'prestasi' Indonesia dalam hal minat membaca buku terlihat dari Indeks Tingkat Membaca orang Indonsia yang masih di angka 0,001. Artinya, hanya 1 orang per 1.000 penduduk yang meluangkan waktunya untuk membaca buku. Fenomena ini membawa Indonesia duduk di peringkat ke-60 dari 61 negara yang dinilai dalam survei 'Bangsa Melek Literasi" oleh Connecticut State University pada 2016 lalu. Bahkan Indonesia masih kalah dengan Thailand (59) dan hanya menang di atas Bostwana (61).

Sebuah terobosan memang harus dilakukan untuk mengakrabkan masyarakat Indonesia dengan buku. Yayasan Gemar Membaca Indonesia (Yagemi), sebuah yayasan yang beranggotakan penerbit buku nasional, akhirnya melakukan sebuah gebrakan.

Yagemi menginisiasi program berjuluk 'Pustaka Bergilir - Buku Masuk Rumah'. Koordinator Nasional untuk program ini, Marlis, menyebutkan bahwa ide ini tertuang karena kebiasaan membaca harus dimulai dari rumah tangga.

Menurutnya, buku sebagai sumber pengetahuan selama ini dikalahkan oleh perkembangan Teknologi Informasi (IT) yang pesat, termasuk tayangan televisi dan jejaring daring. Dengan program Buku Masuk Rumah, Yagemi 'memaksa' masyarakat untuk menerima keberadaan buku. Program yang didanai dana desa sebesar Rp 68 juta untuk setiap desa per tahun ini mendistribusikan buku bacaan ke rumah warga oleh petugas khusus setiap 15 hari sekali.

Dalam penerapannya, setiap orang dalam satu rumah yang diasumsikan terdiri dari bapak, ibu, dan tiga orang anak, mendapat pasokan 24 judul buku per tahun. Marlis mengungkapkan awalnya program ini memang sekadar 'angin lalu'.

Dalam percontohan yang dilakukan di Nagari Paninjauan Kabupaten Solok, Sumatra Baat pada 2014-2015 dan Nagari Saok Laweh, Kabupaten Solok, Sumatra Barat pada 2016-2017, buku-buku yang dipinjamkan tidak dibaca sama sekali oleh warga.

"Warga menerima buku namun tidak dibacanya. Namun memang butuh waktu. Dua bulan pertama, anak paling kecil akhirnya baca buku bergambar. Empat bulan, ibunya ikut membaca buku memasak. Enam bulan berjalan, baru bapaknya baca buku pertanian. Misalnya begitu," ujar Marlis dalam paparannya mengenai program Buku Masuk Rumah, Kamis (15/11).

Tahun ini, Yagemi menargetkan untuk masuk ke 20 provinsi di Indonesia. Karena program ini sudah mendapat lampu hijau oleh pemerintah dan alokasi dananya didapat dari dana desa, maka Yagemi membentuk koordinator per wilayah, dari provinsi hingga desa atau nagari. Setiap desa, ujarnya, diberikan kesempatan memiliki 200 buku bacaan untuk 1.000 keluarga.

"Tahun 2019 kami target bisa sentuh 75 ribu desa," ujar Marlis.

Ia percaya bila program berjalan dengan baik, setidaknya dalam tiga tahun ke depan minat baca Indonesia akan meningkat drastis. Menurutnya, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga akan ikut meningkat seiring budaya masyarakat Indonesia yang semakin melek informasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement