Selasa 13 Nov 2018 09:12 WIB

Kabupaten Tangerang Segera Terapkan Sekolah Menyenangkan

Diperlukan gerakan pembaruan pendidikan yang membuat para siswa betah di sekolah.

Deklarasi Gerakan Sekolah Menyenangkan di Kabupaten Tangerang.
Foto: Fernan Rahardi/Republika
Deklarasi Gerakan Sekolah Menyenangkan di Kabupaten Tangerang.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kabupaten Tangerang bertekad akan menerapkan konsep Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) ke seluruh sekolah yang ada di wilayah tersebut secara bertahap. Hal itu dilakukan seiring dengan semakin besarnya tuntutan untuk meningkatkan mutu pendidikan.

"Kami berencana menerapkan GSM ini ke sekolah-sekolah kita secara bertahap," kata Bupati Tangerang, Ahmed Zaki Iskandar, baru-baru ini.

Saat ini, kata Zaki, terdapat sekitar 2.000 sekolah setingkat SD dan SMP di Kabupaten Tangerang. Seluruhnya, kata dia, perlu sebuah gerakan pembaruan pendidikan yang membuat para siswanya betah berada di sekolah.

"Para tenaga pendidik perlu memahami gerakan ini agar siswa betah menerima pelajaran, mau baca buku baik pelajaran maupun di luar mata pelajaran, dan datang ke sekolah bukan karena keterpaksaan," kata Zaki.

Penerapan GSM tersebut diharapkan dapat mengeksplorasi imajinasi dan fantasi anak-anak didik sehingga setapak demi setapak bisa meningkatkan kemampuan literasi generasi muda.

Zaki prihatin, level kegemaran membaca anak-anak Indonesia sangat rendah. Berdasarkan sebuah penelitian, dari 100 anak hanya dua anak saja yang gemar membaca.

"Ini kegelisahan saya. Anak-anak pintar mengejar, pintar baca, tapi tidak suka membaca. Mereka mendapatkan ilmu, tapi cuma lewat doang, tidak mendalami," ujarnya.

Pentingnya literasi manusia

Hal ini sejalan dengan program-program GSM. Pendiri GSM, Muhammad Nur Rizal, baru-baru ini menyerukan pentingnya literasi manusia sebagai prioritas utama dalam kebijakan pendidikan di era disrupsi revolusi digital. Hal itu agar manusia menjadi pelaku utama menuntun penggunaan teknologi bagi kesejahteraan dan kemajuan sosial di masa akan datang.

"Manusia bukannya justru tergantikan oleh teknologi itu sendiri," ujar Rizal. 

Menurut Rizal, sangat disayangkan jika kodrat nalar yang dimiliki anak-anak kita hanya dipakai untuk menghafal isi buku teks, menjawab pekerjaan rumah, atau menjawab soal ujian saja, tetapi tidak digunakan untuk belajar menjawab persoalan yang semakin kompleks hari ini (complex problem solving). 

"Padahal the World Economic Forum (WEF) menyatakan bahwa tuntutan industri kerja sejak tahun 2020 akan berubah," kata Rizal.

Ia memaparkan, 36 persen menuntut kemampuan complex problem solving serta sekitar 20 persen kemampuan sosial, komunikasi dan kolaborasi, sedangkan ketrampilan pengetahuan hanya dibutuhkan 10 persen saja. Ironisnya, sistem pendidikan kita masih berkutat pada penguasaan akademik hapalan saja (lower order thinking). 

"Untuk itu, kita perlu serius membenahi sistem pendidikan kita yang telah usang karena negara lain sudah sangat cepat berubah mereformasi sistem pendidikannya agar adaptif dengan perubahan zaman," katanya.

Ia mencontohkan negara Singapura yang dikenal ketat orientasi akademisnya mulai bergeser mengurangi ujian dan buku teks dan beralih pada pembelajaran berbasis complex problem solving serta model penilaian berdasar feedback. 

"Jika pemerintah abai maka kita bisa memulainya melalui gerakan akar rumput ini. Membangun niat bersama, meneguhkan kesadaran dan tekad bersama serta memulai perubahan hingga platform ini diadopsi oleh regulator," kata Rizal.

Menyasar sekolah negeri

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang, Hadisa Masyhur, mengatakan saat ini pihaknya tengah menyusun indikator penerapan GSM. Targetnya, gerakan pembaruan ini akan diterapkan pada sebanyak 756 SD negeri dan sebanyak 86 SMP negeri se-Kabupaten Tangerang.

"Nantinya seluruh sekolah akan melakukan deklarasi sekolah menyenangkan dan membuat pakta integritas. Dari situ diharapkan secara bertahap akan berubah perilaku dan profesionalitas sekolah-sekolah tersebut," kata Hadisa kepada Republika, Selasa (13/11).

Ia berharap para tenaga pendidik memahami mindset baru yang dibawa GSM ini. Karena hal itu adalah kunci agar GSM bisa diterapkan secara baik.

"Kuncinya adalah mengubah pola-pola lama yang membuat anak-anak jenuh di sekolah seperti guru-guru yang membawa masalah ke sekolah, mengajar asal-asalan dan sebagainya. Kesadarannya guru saat ini bukan merupakan sumber pengetahuan lagi, namun lebih sebagai fasilitator para siswa," ujar Hadisa.

Pertengahan Oktober lalu, sebanyak 2.000 sekolah di Kabupaten Tangerang mendeklarasikan diri untuk mengikuti Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) di Kantor Bupati Tangerang. Deklarasi tersebut digagas oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang setelah melakukan studi banding ke Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) beberapa waktu lalu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement