Senin 12 Nov 2018 14:45 WIB

Lulusan SMK Banyak Nganggur, Komisi X: Pola Ajar SMK Salah

Pola ajar di SMK seharusnya 80 persen menguasai keterampilan kerja

Pengangguran (ilustrasi)
Pengangguran (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa mengungkapkan, masih banyak Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau vokasi yang porsi belajar teorinya lebih banyak ketimbang keterampilan kerja. Pola ajar itu dinilai tidak tepat karena idealnya, pola ajar di SMK atau vokasi 80 persen menguasai keterampilan kerja dan 20 persen lagi memahami teori.

Keadaan itu, lanjut Ledia, diperparah dengan minimnya kompetensi guru. Mayoritas guru SMK hanya menguasai teori, tanpa pernah langsung berkecimpung di dunia industri.

"Para guru tidak diberi bekalan memadai untuk menguasai ilmu dasarnya dan perkembangan keterampilan yang dibutuhkan pasar kerja. Kecepatan kebutuhan dunia usaha dunia industri tidak terikuti," kata Ledia saat dihubungi Republika, Senin (12/11).

(Baca: Ini Salah Satu Penyebab Pengangguran SMK Tinggi)

Ledia juga menilai, hingga saat ini sarana dan prasarana SMK tidak memadai dan tidak dapat mengikuti perkembangan. Karena itu selama tiga tahun, proses belajar siswa SMK tidak jauh berbeda dengan siswa di SMA ataupun Aliyah.

"Regulasi terkait kompetensi pada berbagai profesi yang peringkat terendahnya lulusan SMK yang sering berubah dan tidak terintegrasi," ungkap dia.

Sarana yang minim tersebut seharusnya tidak melulu dijadikan kendala. Sekolah, kata Ledia, harusnya tertantang dan berinisiasi untuk melakukan kerja sama dengan dunia usaha.

"Kerjasama dengan dunia usaha dalam bentuk praktek kerja maupun magang sampai saat ini masih minim. Padahal itu sangat penting dalam peningkatan kompetensi siswa," tegas dia.

Diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pada Agustus 2018, tingkat pengangguran terbuka (TPT) didominasi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yakni sebesar 14,7 juta orang atau 11,24 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement