Senin 05 Nov 2018 18:28 WIB

Sinergi Riset Perguruan Tinggi Belum Optimal

Ego sektoral masing-masing lembaga masih kuat.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti - Muhammad Dimyati
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti - Muhammad Dimyati

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Publikasi riset internasional yang dihasilkan peneliti meningkat dalam lima tahun terakhir. Sayangnya, kenaikan itu belum diikuti kualitas produk hasil riset.

Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Ristek Dikti, Muhammad Dimyati menilai, itu dikarenakan masih kuatnya ego sektoral masing-masing lembaga. Karenanya, ia berharap ada sinergi yang dibangun perguruan tinggi.

Utamanya, untuk menghasilkan hasil riset yang bisa dibanggakan Indonesia di mata internasional. Menurut Dimyati, tantangan akademisi saat ini tidak lain belum adanya ikon nasional yang bisa dibanggakan.

"Karena antar lembaga tidak sinergi," kata Dimyati saat jadi pembicara kunci Simposium Nasional Penelitian dan Pengembngan Peternakan Tropik di auditorium Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin (5/11).

Untuk itu, ia menekankan ini merupakan saat tepat antar perguruan tinggi bisa bersinergi untuk menghasilkan sebuah produk penelitian yang berkulitas. Tentu, yang bisa dimanfaatkan masyrakat dan menjadi produk andalan bangsa indonesia.

Dimyati membenarkan, memang tidak mudah membangun sinergi antara penelitian tersebut. Sebab, antar lembaga dan perguruan tinggi masih akan mempertahankan nama besar masing-masing. 

"Riset kita masih memiliki masalah dari sisi sumber daya manusia, manajemen riset dan kelembagaan, bahkan punya banyak masalah dalam setiap kluster," ujar Dimyati.

Meski begitu, ia merasa saat ini gairah penelitian di kampus semakin meningkat dengan adanya insentif untuk kegiatan riset. Bila dulu riset tidak dianggap di perguruan tinggi, sekarang nuansa penelitian makin meningkat. 

"Sebenarnya, dari sisi kualitas kita harus bekerja keras, ada tahapannya, ada strategi untuk mengubah pola pikir birokrat dan auditor yang lebih mengedepankan proses, kita dorong ke output," kata Dimyati.

Senada, Dekan Fakultas Peternakan UGM, Ali Agus menuturkan, riset bidang peternakan seharusnya mampu turut tampil di era revolusi industri 4.0 ini. Karenanya, ia menitipkan harapan cukup tinggi.

Yaitu, lanjut Ali, agar riset-riset yang ada bisa berinovasi memanfaatkan perkembangan. Baik kemajuan teknologi komunikasi maupun informasi dalam pencapaian peningkatan produktivitas serta kesejahteraan peternak. 

"Era revolusi industi ini memungkinkan adanya jaringan antar peternak rakyat dan industri yang dapat didukung oleh hasil riset akademisi kampus," ujar Ali. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement