Sabtu 03 Nov 2018 00:32 WIB

IPB Ajak Masyarakat Kembangkan Produk Herbal

Potensi produk herbal di Indonesia sangat banyak namun belum optimal dimanfaatkan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Gita Amanda
Obat-obatan herbal
Foto: dok istimewa
Obat-obatan herbal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Studi Biofarmaka Tropika (Trop BRC) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor (IPB) mengajak masyarakat Indonesia untuk mengembangkan produk-produk herbal lokal. Seruan ini disampaikan IPB bekerja sama dengan dengan The Indonesian Association of Natural Drugs Researchers (Perhipba).

Direktur Trop BRC IPB Irmanida Batubara mengatakan, potensi produk herbal di Indonesia sangat banyak, namun masih belum optimal dimanfaatkan, terutama untuk kepentingan medis. Saat ini masyarakat Indonesia baru sebatas memanfaatkan bahan herbal sebagai bahan pembuatan jamu yang dibuat secara sederhana.

"Meskipun demikian, beberapa perusahaan sudah berupaya menjadikan produk herbal sebagai ramuan atau jamu yang dikomersialkan secara global," tuturnya dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (2/11).

Irmanida menegaskan, sejak dahulu, produk-produk herbal memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Di antaranya, temulawak, temuireng, kunyit, jinten dan produk herbal lainnya yang sudah teruji secara klinis dapat menurunkan risiko penyakit dan bahkan dapat menyembuhkannya.

Sampai saat ini, bahan obat yang dibuat dari produk herbal masih terbilang sedikit. Sebab, Irmanida menambahkan, bentuk sediaan produk herbal atau jamu di pasaran masih didominasi oleh racikan yang dibuat dengan seduhan air panas. Di sisi lain, peran dokter yang belum menjadikan produk herbal sebagai bahan obat juga turut menjadi hambatan dalam pemakaiannya.

Irmanida menilai, keputusan dokter yang belum menjadikan produk herbal sebagai obat disebabkan karena dokter tersebut belum memiliki kompetensi dan kemampuan di bidang pengobatan herbal. "Saat ini kompetensi seorang dokter diatur dalam undang-undang sehingga dokter tidak bisa sembarangan menggunakan bahan herbal sebagai obat," tuturnya.

Potensi pengembangan obat tradisional atau produk herbal di Indonesia sangat besar. Berdasarkan hasil riset yang telah dilakukan, sebanyak 87 persen pengguna obat herbal mengakui bahwa obat herbal berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit.

Di sisi lain, transaksi perdagangan obat tradisional di dunia terus meningkat seiring adanya riset klinik yang menyatakan bahwa obat herbal berkhasiat dan aman dikonsumsi. Irmanida menjelaskan, peluang pasar ini dapat dimanfaatkan untuk mengekspor beberapa komoditas unggulan yang khas dari Indonesia, seperti temulawak.

Sementara itu, Kementerian Perindustrian memacu industri obat tradisional agar terus memanfaatkan teknologi digital guna membangun pabrik manufaktur yang modern seiring dengan bergulirnya era revolusi industri 4.0.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjelaskan, pemanfaatan digital oleh industri obat tradisional bertujuan meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Dampaknya, mampu menghasilkan produk berkualitas serta kompetitif di pasar dalam dan luar negeri. "Bisa digunakan machine to machine communication, serta teknologi artificial intelligence, yang dapat meningkatkan efisiensi. Kalau di berbagai sektor industri, efisiensi ini bisa mencapai 99 persen," ujarnya.

Saat ini, industri obat tradisional sedang diprioritaskan pengembangannya agar bisa menjadi sektor unggulan dalam memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Tercatat, sebanyak 1.247 industri jamu yang terdiri dari 129 industri obat tradisional (IOT) dan selebihnya termasuk golongan Usaha Menengah Obat Tradisional (UMOT) dan Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement