Senin 29 Oct 2018 06:46 WIB

Berpikir Holistik dan Sistemik, Kunci Selamatkan Bangsa

Tujuan utama pendidikan adalah penguatan spiritual keagamaan.

Pakar kurikulum, Zulfikri Anas (kiri)
Foto: Dok IB
Pakar kurikulum, Zulfikri Anas (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI -- Kemampuan berfikir holistik (kaffah) dan sistemik menjadi kunci keberhasilan bangsa ini dalam menghadapi berbagai tantangan, ancaman, dan gangguan baik yang bersifat internal maupun eksternal. Dan yang lebih penting lagi, inilah cara-cara strategis untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sesuai dengan makna Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada tanggal 28 Oktober 1928.

Hal itu merupakan kesimpulan Rapat Koordinasi Pengawas SMA, SMK dan PKLK Provinsi Jambi yang digelar di Kota Jambi, Ahad (28/10). Rakor  yang dibuka oleh Kepala Seksi Kurikulum Disdik Provinsi Jambi, Amri Daiman  tersebut mengundang nara sumber Zulfikri Anas. Ia adalah pakar kurikulum dari Indonesia Bermutu, Indonesia Emas Institut, dan Pengembang Kurikulum di Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kemendikbud.

Amri Daiman menyebutkan, rakor tersebut diadakan sehubungan dengan pelimpahan wewenang pembinaan SMA, SMK, dan PKLK ke Dinas Pendidikan Provinsi. Terkait hal itu, Dinas Pendidikan Provinsi Jambi  mempersiapkan  roadmap peningkatan mutu pendidikan.

“Roadmap ini diperlukan agar program-program dan pelaksanaan pendidikan di Provinsi Jambi  sinkron dengan kebijakan, sasaran, serta pencapaian mutu secara nasional. Mengingat beragamnya situasi, kondisi, potensi daerah, kebutuhan peserta didik, dan kapasitas para pendidik, maka keberadaan roadmap ini menjadi patokan atau tolok ukur kinerja semua pihak dalam melaksanakan tugas masing-masing," kata Amri Daiman dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Senin (29/10).

Koordinator rakor Syamsirwan mengungkapkan,  rakor yang diikuti sekitar 80 pengawas ini di samping untuk melakukan koordinasi kepengawasan di setiap kabupaten/kota, juga bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengawas dalam memberikan layanan kepada guru. “Pengawas menjadi ujung tombak dalam menjamin ketercapaian mutu pendidikan di setiap satuan pendidikan,” ujarnya.

Untuk itu, agar tidak terjadi distorsi pemahaman terutama dalam implementasi kurikulum, pembelajaran, dan penilaian, penguatan karakter, literasi dan kecakapan hidup abad XXI, serta berbagai aspek terkait lainya, maka forum rakor ini juga menjadi ajang pembekalan secara substansi agar para pengawas menemukan kiat-kiat praktis.

Selama ini, kata dia, para pengawas  mendapatkan pelatihan tentang kurikulum, penguatan karekater, pembelajaran dan penilaian higher order thinking skills (HOTS), kecakapan hidup di abad XXI atau era revolusi 4.0, literasi, pembelajaran integratif Science, Society, Technology and Mathematic (STEM), dan muatan lokal, secara terpisah-pisah  dengan narasumber yang beragam.

“Akibatnya kami dan guru-guru kebingungan bagaimana menerapkan itu semua dalam pembelajaran. Namun, alhamdulilah, hari ini kami mendapatkannya secara utuh. Ternyata ssmua itu merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi dan mengutuhkan,” tutur Syamsirwan.

Zulfikri Anas menegaskan, kurikulum adalah jembatan yang mengantarkan setiap individu peserta didik untuk mencapai puncak kesadaran tertinggi sebagai manusia yang berfikir dan memiliki nurani. “Kesadaran itu mengakibatkan manusia menginsyafi keberadaanya sebagai khalifah di muka bumi, makhluk yang berfikir dan paling bijak. Selalu sadar akan  amanah  menjaga dan menyelamatkan kehidupan serta rahmat bagi sekalian alam,” ujarnya.

Oleh karena itu, kata Zulfikri, tujuan utama pendidikan adalah penguatan  spiritual keagamaan yang ditunjukkan melalui cara atau pola pikir, perkataan, dan perbuatan. “Cerdas dan kritis dalam berfikir, mendalam dalam analisis, bijak dalam mengambil keputusan, serta berempati terhadap sesama, memandang keberagaman sebagai kekayaan, dan konsisten berpegang pada prinsip kebenaran. Itulah sosok utuh seseorang yang disebut sebagai insan kamil,” papar Zulfikri.

Ia mencontohkan, melalui pelajaran Kimia anak menyadari bahwa reaksi kimiawi yang terjadi ketika seseorang  membuang limbah rumah tangga ke kali mengakibatkan pencemaran lingkungan. Kesadaran ini mendorong anak untuk konsisten menerapkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, misalnya larangan membuang sampah sembarangan (PPKN dan Agama). Reaksi kimia yang terjadi, dalam jangka panjang akan memicu berkembangnya berbagai bibit-bibit penyakit dan rusaknya keseimbangan ekosistem (Biologi).

Lalu, melalui kajian statistik dapat diperkirakan jika dalam satu hari rata-rata  10 kg sampah organik dibuang ke kali, berapa jumlahnya jika hal itu dilakukan oleh 100 kepala rumah tangga, dan kebiasaan itu berlangsung terus-menerus. Melalui kajian matematika dapat diperkirakan apa yang terjadi dengan kali itu 10 tahun mendatang, wabah penyakit apa yang bakal menyerang penduduk di sekiranya.

Menurut  Zulfikri, proses pembelajaran seperti itu akan menghasilkan perilaku masyarakat yang sadar  dan peduli lingkungan (literat), semangat dan cinta tanah air, berempati kepada sesama, berfikir holistik dan sistemik (tidak parsial dan sektoral), serta cerdas dan bijak dalam bertindak. “Proses pembelajaran ini terjadi apabila para guru mampu menerapkan pembelajaran HOTS, Literasi Penuh, berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunitaif, serta menjunjung tinggi kearifan lokal sebagai satu kesatuan yang utuh,” papar Zulfikri Anas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement