Rabu 24 Oct 2018 20:56 WIB

'Tes UTBK Didesain untuk Menjaring Potensi Calon Mahasiswa'

Kelolosan akan mempertimbangkan nilai yang sesuai dengan prodi yang diinginkan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Dwi Murdaningsih
Pembinaan soft skills yang digelar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) di Auditorium UNY.  Kali ini, pembinaan diberikan kepada mahasiswa-mahasiswa baru dari jalur SNMPTN.
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Pembinaan soft skills yang digelar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) di Auditorium UNY. Kali ini, pembinaan diberikan kepada mahasiswa-mahasiswa baru dari jalur SNMPTN.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pola Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) tahun 2019 diubah menjadi hanya satu metode tes yakni Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) dengan dua bahan tes yakni Tes Potensi Skolastik (TPS) dan Tes Potensi Akademik (TPA). TPS  digunakan sebagai alat ukur penalaran dan pemahaman kognitif, analisis komprehensif peserta. Adapun untuk TPA akan disesuaikan dengan pilihan ujian Saintek ataupun Sosial Humaniora (Soshum).

Ketua Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) Prof Ravik Karsidi menjelaskan, nantinya siswa atau lulusan jurusan IPA diperbolehkan mengikuti UTBK saintek ataupun soshum. Umpamanya, pada tes pertama peserta mengikuti tes UTBK saintek kemudian tes kedua peserta mengikuti tes soshum. Akan tetapi untuk siswa atau lulusan IPS hanya disarankan mengikuti ujian soshum saja karena rata-rata siswa jurusan IPS tidak mampu menguasai materi jurusan IPA.

"Tapi kami pun tidak melarang. Jika ada siswa IPS mau mencoba saintek, boleh saja. Intinya tes UTBK didesain untuk menjaring potensi terbaik calon mahasiswa," kata Ravik yang juga menjabat rektor UNS ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (24/10).

Terkait penilaian soal benar dan salah dalam UTBK akan tetap menggunakan skema tahun lalu. Metode penilaian oleh panitia pusat dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama, seluruh jawaban peserta akan diproses dengan memberi skor satu pada setiap jawaban yang benar dan nol untuk setiap jawaan yang salah atau tidak dijawab.

Tahap dua dengan menggunakan Teori Response Butir, maka setiap soal akan dianalisis karakteristiknya, di antaranya adalah tingkat kesulitan relatifnya terhadap soal yang lain, dengan mendasarkan pada pola respons jawaban seluruh peserta tes tahun 2019. Kemudian, tahap ketiga adalah karakteristik soal yang diperoleh pada tahap dua, kemudian digunakan untuk menghitung skor setiap peserta.

"Metode penghitungan soal seperti tahun lalu sudah terbukti efektif. Jadi tahun ini kami juga akan tetap mengacu pada skema penilaian tersebut," kata Ravik.

Akan tetapi dalam kelolosan calon mahasiswa, jelas Ravik, akan mempertimbangkan nilai yang sesuai dengan prodi yang diinginkan. Umpamanya, kata dia, untuk menjaring lulusan mahasiswa di bidang teknik atau kedokteran maka yang akan dilihat adalah nilai kimia dari hasil UTBK peserta yang bersangkutan.

"Ini upaya yang luar biasa, dalam menjaring calon mahasiswa kedokteran misalnya kita lihat apakah kimianya baik? IPA-nya baik? Begitupun untuk prodi lain. Jadi nanti akan disesuaikan antara prodi yang dipilih dan skor UTBKnya," kata Ravik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement