Jumat 12 Oct 2018 11:22 WIB

BMW akan Ambil Alih Perusahaan Patungan di Cina

BMW kemungkinan mengalihkan lebih banyak produksi ke Cina.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah
Perdana Menteri Cina Li Keqiang (kanan) bertemu dengan CEO dan Dewan Manajemen BMW AG Harald Kruger di Beijing, Cina, Rabu (10/10).
Foto: Daisuke Suzuki/Pool Photo via AP
Perdana Menteri Cina Li Keqiang (kanan) bertemu dengan CEO dan Dewan Manajemen BMW AG Harald Kruger di Beijing, Cina, Rabu (10/10).

REPUBLIKA.CO.ID, SHENYANG -- BMW Jerman akan membayar 3,6 miliar euro (Rp 63 triliun) untuk mengambil alih perusahaan patungan utamanya di Cina. Hal tersebut menjadi langkah pertama yang dilakukan oleh produsen mobil global karena Cina mulai melonggarkan aturan kepemilikan untuk pasar mobil terbesar dunia.

Produsen mobil mewah itu menyatakan akan meningkatkan sahamnya dalam usaha dengan Brilliance China Automotive Holdings Ltd menjadi 75 persen dari 50 persen. Kesepakatan penutupan dilakukan pada 2022 ketika aturan pembatasan kepemilikan asing untuk semua usaha mobil dicabut.

Langkah ini kemungkinan akan memacu BMW untuk mengalihkan lebih banyak produksi ke Cina. Selain itu, juga membantu melindungi keuntungan di tengah perang perdagangan antara AS dan Cina yang telah menaikkan biaya mobil impor BMW yang diproduksi di pabrik AS di South Carolina.

Kesepakatan itu juga menandai tonggak bagi pembuat mobil asing yang telah dibatasi memiliki 50 persen dari usaha Cina. Pembuat mobil asing harus berbagi keuntungan dengan mitra lokal mereka. Langkah tersebut dapat mendorong rivalnya, seperti pembuat Mercedes Daimler.

"Kami sekarang memulai era baru," kata Kepala Eksekutif BMW Harald Krueger dalam pidato di Shenyang, Cina timur laut, tempat perusahaan patungan itu bermarkas, Jumat (12/10).

Dia mengucapkan terima kasih kepada Perdana Menteri Cina Li Keqiang, yang dia katakan secara pribadi mendukung rencana tersebut. Analis Evercore ISI Arndt Ellinghorst menyebut kesepakatan itu sebagai terobosan besar.

"Di masa depan, BMW akan memiliki kendali penuh atas laba regional terbesar dalam bisnisnya," tulisnya.

Kepala Eksekutif Daimler Dieter Zetsche mengatakan kepada Reuters pekan lalu, sinyal baru-baru ini dari pihak berwenang Cina begitu menggembirakan. Tetapi, produsen mobil Jerman itu belum memiliki izin resmi untuk bergerak.

"Jika kita melakukannya, kita perlu melihat peluang apa yang ada," kata Zetsche di Paris Motor Show.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement