Kamis 11 Oct 2018 17:19 WIB

Kenangan Perjuangan di Dies Natalis 24 Amikom

Sejauh ini sudah ada 70 penghargaan internasional yang diterima Amikom.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Gita Amanda
 Sidang Senat Terbuka Dies Natalis 24 Universitas Amikom Yogyakarta  di Ruang Cinema Amikom, Kamis (11/10).
Foto: Wahyu Suryana/REPUBLIKA
Sidang Senat Terbuka Dies Natalis 24 Universitas Amikom Yogyakarta di Ruang Cinema Amikom, Kamis (11/10).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Amikom Yogyakarta tengah memperingati Dies Natalies ke 24. Walau berbalut suka cita, peringatan berselip haru perjuangan dari titik nol pendiri-pendirinya yang mampu mengantarkan Amikom hingga ke titik kini.

Sidang Senat Terbuka Dies Natalis 24 Universitas Amikom Yogyakarta berlangsung meriah. Diisi orasi ilmiah Ketua Yayasan Amikom, Idris Purwanto, Dies Natalis menampilkan kisah-kisah perjuangan berdirinya Universitas Amikom Yogyakarta.

Dies Natalis turut diisi pemotongan tumpeng yang dilakukan Rektor Universitas Amikom Yogyakarta, Prof Suyanto. Secara simbolis, potongan tumpeng diserahkan kepada Ketua Yayasan Amikom, Dr Idris Purwanto.

Hadir Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL-Dikti) V Kemenristekdikti Dr Bambang Supriyadi, Kapolda DIY Brigjen Pol Ahmad Dhofiri, Gubernur Akademi Militer dan mitra-mitra Universitas Amikom Yogyakarta.

Dalam sambutannya, Rektor Universitas Amikom Yogyakarta, Suyanto mengatakan, sejauh ini sudah ada 70 penghargaan internasional dan 170 penghargaan tingkat nasional yang didapatkan Amikom.

Untuk itu, ia mengaku sangat bersyukur atas capaian-capaian yang seakan jadi balasan atas perjalanan panjang perjuangan berdirinya Amikom. Suyanto menilai, itu semua didapat dari kebajikan yang senantiasa dijadikan tujuan utama.

"Ada empat nilai-nilai yang harus kita pertahankan mulai dari purpose culture, learning culture, enjoyment culture dan caring culture," kata Suyanto di Ruang Cinema Amikom, Kamis (11/10).

Ia menjelaskan, purpose culture yang harus senantiasa diusung tidak lain amal jariyah, ilmu bermanfaat dan doa anak soleh. Menurut Suyanto, semua itu yang abadi, dan ia berharap purpose culture yang baik bisa jadi warisan utama.

Selain itu, ia menekankan, Amikom harus bisa mempertahankan learning culture yang dimiliki. Suyanto mengingatkan, sejak berada di buaian ibu sampai nanti mati manusia harus terus belajar.

Ketiga, enjoyment culture yang mengamanahkan Amikom untuk terus menciptakan kreativitas dan inovasi. Terakhir, harus dipertahankan dan dikembangkan soal caring culture yang selama ini terbangun di Amikom.

"Ingatlah, seseorang tidak akan dikatakan beriman jika tidak mencintai saudaranya sendiri," ujar Suyanto.

Bagi Suyanto, perwujudannya mudah bila pelaksanan senantiasa mengingat empat tanda-tanda ahli surga. Mulai anak adam yang wajahnya manis, hatinya suci, lisannya fasih dan tangannya ringan membantu.

Sekaligus, senantiasa mengingat empat tanda-tanda ahli neraka. Mulai anak Adam yang wajahnya muram, hatinya keras, lisannya berkata kecil dan tangannya sulit untuk membantu. "Mudah-mudahan kita mempunyai tangan terindah, mata terindah dan lisan terindah," kata Suyanto.

Setelah itu, Ketua Yayasan Amikom, M Idris Purwanto, membacakan orasi ilmiah berjudul Membumikan Sistem Ekonomi Pancasila pada Perguruan Tinggi. Ditekankan jika Indonesia sejak dulu menyepakati sistem Pancasila, bukan liberal maupun sosialis.

Ia mengaku prihatin, saat ini banyak pemangku kepentingan yang justru berani melanggar koridor atau nilai-nilai Pancasila. Lebih dari 150 kepala daerah yang masuk penjara menjadi salah satu contohnya.

Idris mengingatkan, 20-30 mendatang orang-orang yang akan menjadi pemimpin bangsa tidak lain mereka-mereka yang saat ini duduk di perguruan tinggi. Karenanya, sistem ekonomi Pancasila mendesakd iajarkan di perguruan tinggi.

"Ada 17.504 pulau, enam agama, 1.340 etnik, 646 bahasa dan 76.273 budaya tapi bisa relatif adem ayem karena pengamalam sistem Pancasila itu," ujar Idris.

Sebagai perbandingan, Idris turut menerangkan bagaimana sistem ekonomi syariah yang ada dalam Islam. Ciri khasnya tentu memiliki koridor seperti Alquran dan hadis, serta berpikir jangka panjang yang tidak cuma dunia tapi akhirat.

Selain itu, kewajiban yang ada dalam sistem ekonomi syariah itu mememuhi kebutuhan bukan nafsu. Ada pula kewajiban menghadirkan iman/taqwa, adil, dan kesejahteraan bersama serta kerja sama, bukan melulu persaingan.

"Nah, dari sana, kita lihat apakah nilai-nilai itu ada di Pancasila, jelas jawabannya ya, jadi salah yang menilai sistem syariah itu bertentangan dengan sistem Pancasila," kata Idris.

Idris menerangkan, sila pertama, ketuhanan yang maha esa, jelas seiring dengan Surat Al Ikhas (1) yang berbunyi katakanlah, Dia-lah Allah yang maha esa. Hal itu terkandung pula dari sila-sila lain.

Sila kedua, jadi perwujudan Surat An Nisa (135) yang berbunyi janganlah kamu mengikuti hawa nafsu. Juga Surat Ali Imron (103-105) di sila ketiga, Surat As Syura (38) di sila keempat dan An Nahl (90) di sila kelima.

Ia meyayangkan, sistem ekonomi Pancasila sendiri belum membumi di Indonesia. Padahal, walau belum sesempurna sistem ekonomi syariah, sistem ekonomi Pancasila sudah membawa nilai-nilai luhur yang sama.

Untuk itu, Idris mengingatkan, tugas berat pemimpin-pemimpin saat ini tidak lain mempersiapkan generasi yang lebih amanah dari mereka. Sebab, dosen yang baik harus bisa melahirkan mahasiswa yang lebih sukses dari dosen tersebut.

Bagi Idris, itu sejalan pula dengan visi Yayasan Amikom, yaitu menjadi ladang amal jariyah sampai akhir zaman dan memberi sebanyak-banyaknya kesejahteraan untuk masyarakat serta lingkungan.

Dari semua pemetaan itu, ia memberikan setidaknya tiga rekomendasi. Pertama, disusunnya buku ekonomi syariah untuk Indonesia sebagai negara Pancasila dan dilengkapi buku pedoman pelaksanaannya.

Lalu, diadakan pelatihan dari isi buku tersebut, terutama di perguruan tinggi sebagai lembaga pengembangan ilmu pengetahuan. Nantinya, perguruan tinggi itu yang harus bisa menjadi contoh.

"Ketiga sertifikasi sistem ekonomi syariah dari Dewan Syariah Nasional untuk perguruan tinggi, legalitas kalau perguruan tinggi itu telah memenuhi standar ekonomi syariah dan sebagai salah satu penilaian akreditasi perguruan tinggi," ujar Idris.

Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL-Dikti) V Kementerian Ristek dan Dikti, Bambang Supriyadi menambahkan, Presiden Joko Widodo sempat berpesan agar perguruan-perguruan tinggi di Indonesia bisa seperti Amikom.

Artinya, lanjut Bambang, perguruan-perguruan tinggi ada di depan dalam inovasi dan menghasilkan sesuatu yang memang bermanfaat secara langsung bagi masyarakat. Terlebih skalanya tidak cuma lokal, tapi nasional atau internasional.

"Semoga Universitas Amikom Yogyakarta istiqomah dengan apa yang sudah disiapkan, karena perguruan tinggi bukan cuma meminterkan orang tapi harus bisa memanusiakan manusia," kata Bambang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement