Senin 08 Oct 2018 06:39 WIB

'Tugas Guru Bukan Hanya Mengajar'

Kemampuan yang harus ditingkatkan adalah mendengarkan dan memahami kebutuhan murid.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Fernan Rahadi
Guru
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Guru

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Tanggal 5 Oktober lalu diperingati Hari Guru Sedunia (World Teachers Day). Pada peringatan yang ke-24 tahun tersebut, masih ditemui banyak pekerjaan rumah bagi profesi mulia ini di Indonesia, salah satunya adalah persoalan kompetensi dan kesejahteraan.

Menurut pengamat pendidikan, Muhammad Nur Rizal, tugas guru masa depan tidak hanya terfokus pada kompetensi pengajaran. Sehingga, skill yang harus mereka tingkatkan di tengah lubernya informasi adalah kemampuan mendengarkan serta memahami kebutuhan setiap muridnya di kelas. 

"Guru harus dilatih memunculkan empatinya. Sehingga tugasnya bukan hanya mengajar melainkan bersama-sama muridnya belajar memecahkan setiap persoalan yang dijumpai baik dari tingkatan termudah hingga kompleks," kata Rizal kepada Republika akhir pekan lalu.

Menurut Rizal, kemampuan mendengarkan dan memahami akan membantu guru memiliki kemampuan sosial untuk membangun semacam koalisi dengan muridnya menghadapi setiap persoalan hingga tantangan masa depan. 

"Mereka tidak hanya belajar tekstual di buku, namun kontekstual sehingga ruang kelas akan hidup, penuh inspirasi serta antusiasme belajar murid maupun guru semakin tinggi," kata pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) itu.

Rizal memaparkan, kemampuan mendengarkan dan memahami akan menciptakan lingkungan atau ekosistem belajar yang saling mendukung, berbagi sekaligus membangun optimisme dan harapan yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan akademis, karakter positif, hingga kegigihan siswa untuk mencapai cita-cita jangka panjangnya," katanya. 

Perubahan paradigma

Psikolog UGM, Novi Candra, menambahkan isu tentang kesejahteraan atau kompetensi mengajar guru memang perlu menjadi perhatian pemerintah saat ini. Akan tetapi terdapat hal-hal lain yang perlu diperhatikan.

"Saya kira hal krusial lain yang selalu terlewatkan dalam konteks Indonesia adalah shifting paradigma, dimana tugas guru bukanlah mengerti mengenai konten materi pelajaran namun mengerti dan memahami siswanya," katanya.  

Menurut Novi, paradigma saat ini yakni guru harus menguasai materi pembelajaran membuat fokus pengembangan guru hanya berkutat pada kompetensi metodologi pembelajaran serta tugas administrasi yang menumpuk.  

"Padahal justru yang paling penting saat ini adalah pengembangan guru untuk berkomunikasi pada siswanya, memanajemen kelas, memberikan motivasi serta inspirasi dan mengoptimalkan potensi setiap anak yang berbeda," katanya.

Sebelumnya, Ketua Harian Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO Prof Arief Rahman meminta pemerintah untuk mengevaluasi kompetensi guru. Mulai dari evaluasi kompetensi akademis, pedagogi, kompetensi metodologi, dan jasmani guru.

"Empat kompetensi itu kan harus dimiliki oleh semua guru, sehingga pemerintah harus evaluasi apakah guru-guru kita sudah menguasai empat kompetensi itu?" kata Prof Arief ketika dihubungi Republika, Kamis (4/10).

Dia menerangkan, dari sisi akademis pemerintah wajib melihat apakah pengetahuan akademik para guru sudah mumpuni atau belum. Lalu terkait kompetensi pedagogi juga perlu diukur dari ilmu mendidik para guru. 

Begitupun untuk mengetahui kompetensi metodologi guru, kata Arief, pemerintah harus mengukur apakah cara mengajar seorang guru sudah menarik dan sesuai dengan lembaga pendidikan yang diajar oleh guru tersebut atau belum. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement