Selasa 02 Oct 2018 07:00 WIB

Isu Dewan Jenderal dalam Pusaran G30S/PKI

Dewan Jenderal disebut akan mengkudeta Presiden Sukarno.

Pengkhianatan G30S/PKI
Foto: Republika/Mardiah
Pengkhianatan G30S/PKI

Pada Jumat 1 Oktober 1965, tidak seperti biasanya siaran RRI baru mengudara pukul 07.20 WIB dan memberitakan gerakan 30 September telah menyelamatkan Bung Karno dari kudeta Dewan Jenderal. Saat itu ABRI rencananya menggelar jumpa pers menyambut HUT ABRI 5 Oktober di Panti Perwira, Jl Parapatan, Jakarta Pusat. Ketika saya datangi jumpa pers ini dibatalkan.

Dari Prapatan dengan berjalan kaki saya menyusuri Monas. Di sini dan di dekat Istana Merdeka saya melihat pasukan-pasukan telah siap sedia. Mobil-mobil militer bersenjata lengkap mondar-mandir.

photo
Sukarno dan DN Aidit di acara peringatan ulang tahun PKI ke-45 di Istora Senayan tahun 1964.

Dari Monas saya ke Kodam V/Jaya yang kini menjadi bagian dari Masjid Istiqlal. Wakil Kepala Penerangan Kodam V/Jaya Kapten Sudewo yang saya temui tidak bersedia memberikan keterangan tentang apa yang terjadi kala itu.

Pukul 13.00 WIB setelah Shalat Jumat, puluhan wartawan dan karyawan bergerombol mendengarkan RRI yang menyiarkan pengumuman Dewan Revolusi G30S/PKI. Tak lama kemudian datang wartawan Xin Hua dari Cina yang bertugas di Jakarta.

Setelah pasukan Kostrad menguasai kembali Ibu Kota pada sore harinya, Peperda (Penguasa Perang Daerah) Jakarta segera mengeluarkan larangan terbit bagi surat kabar pada keesokan harinya, 2 Oktober 1965. Hanya larangan ini tak berlaku buat harian Angkatan Bersenjata milik ABRI.

Kantor berita Antara, yang waktu itu dikuasai kelompok kiri juga dilarang terbit. Baru boleh terbit kembali pada 10 Oktober 1965 dan ditempatkan di bawah pengawasan Peperda Jaya.

Menjelang terbit, seluruh wartawan Antara dikumpulkan oleh aparat militer. Nama-nama yang dianggap terlibat atau dinilai kekiri-kirian segera diamankan atau "diciduk", istilah kala itu. Hampir 50 persen dari jumlah karyawan dan wartawan Antara yang ditahan. Padahal, banyak di antara mereka sebenarnya hanya ikut-ikutan saja.

Sebelum terjadinya G30S/PKI, ketika Badan Pendukung Sukarno (BPS) dan Manifesto Kebudayaan (Manikebu) dibubarkan dan dinyatakan sebagai gerakan kontrarevolusi, sejumlah wartawan Antara dan media massa yang dituduh terlibat gerakan ini juga diberhentikan atau dipensiunkan dini. Mereka juga dilarang mengadakan kegiatan, sedangkan surat kabar atau majalahnya ditutup.

photo
Fakta PKI dalam Angka

Sehari setelah peristiwa G30S/PKI, penguasa militer mengeluarkan jam malam mulai pukul 18.00 WIB hingga pukul lima pagi. Belum pernah Ibu Kota yang kala itu berpenduduk sekitar dua juta jiwa, sejak pukul lima sore sudah sunyi senyap. Sementara warga yang masih berada di jalan bergegas-gegas pulang agar tidak menyalahi ketentuan jam malam.

Baca Juga: Jakarta Mencekam Pasca-G30S/PKI

Para wartawan yang bertugas malam hari diberikan surat jalan, sekaligus sandi yang digunakan malam itu bila ditanya aparat keamanan. Hubungan komunikasi juga terhambat dengan putusnya sambungan telepon selama lebih satu bulan.

Untuk menghormati para pahlawan revolusi yang gugur, diperintahkan memasang bendera setengah tiang selama tujuh hari. Sementara demo anti-PKI segera merebak di mana-mana, termasuk pembakaran gedung CC PKI di Kramat Raya, Jakarta Pusat.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement