Jumat 28 Sep 2018 15:34 WIB

'Demokrasi Pincang tanpa Kehadiran Perempuan'

Pproporsi 30 persen perempuan di parlemen belum tercapai.

GKR Hemas saat mengisi salah satu sesi Pelatihan 'Sekolah Demokrasi Insan Cita', Kamis (27/9).
Foto: dpd
GKR Hemas saat mengisi salah satu sesi Pelatihan 'Sekolah Demokrasi Insan Cita', Kamis (27/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPD GKR Hemas menilai keterwakilan perempuan di parlemen cenderung menurun. Meskipun kualitas meningkat, namun demokrasi menghendaki mayoritas suara menentukan keputusan akhir.

Dia mengatakan keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif – DPR dan DPD – diperlukan agar kepentingan perempuan tersuarakan dalam penyusunan kebijakan, program. Terlebih soal anggaran yang berimplikasi pada jahat hidup orang banyak, tak terkecuali perempuan Indonesia yang berjumlah 131,88 juta.

Hemas mengatakan berdasarkan hasil pemilu 2009 menunjukan perempuan DPR 18,03 persen dan pada Pemilu 2014 angka menurun jadi 17,3 persen. Adapun prosentase untuk anggota DPD RI masih lebih baik yakni pada Pemilu 2009 perempuan yang berhasil duduk di lembaga perwakilan daerah ini mencapai 28,7 persen meskipun pada pemilu 2014 turun menjadi 25.7 persen.

"Dari data tersebut menunjukan bahwa cita-cita proporsi 30 persen perempuan di parlemen belum tercapai," kata dia, saat mengisi salah satu sesi Pelatihan 'Sekolah Demokrasi Insan Cita', Kamis (27/9).

GKR. Hemas juga menyoroti persoalan yang dihadapi perempuan terkait ketidakadilan gender. Beban ganda dan ketergantungan perempuan secara ekonomi kepada laki-laki adalah salah satu bentuk ketidakadilan gender yang menghambat perempuan untuk bergerak di ranah publik, termasuk marjinalisasi di bidang politik. Sebagai contoh dalam penentuan nomor urut. Perempuan caleg DPR misalnya yang memperoleh nomor urut 1 hanya sebanyak 19 persen atau 235 orang.

“Jauh sebelum menjadi anggota DPD RI, saya sudah berjuang dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan, misal advokasi masyarakat pinggiran, disabilitas, anak perempuan yang mengalami kekerasan komunitas atau kelompok masyarakat tertentu yang mengalami kriminalisasi. Namun, ketika menjabat anggota DPD perjuangan menjadi lebih efektif karena dapat terlibat secara langsung dalam pembuatan Undang-Undang maupun kebijakan," kata GKR. Hemas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement