Rabu 26 Sep 2018 14:06 WIB

Orangtua Mengadu Anaknya Ditampar Kepala SMKN 1 Surabaya

Siswa yang dipukul merupakan anak berkebutuhan khusus

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Esthi Maharani
anak berkebutuhan khusus / Ilustrasi
Foto: Republika/Bowo Pribadi
anak berkebutuhan khusus / Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Orangtua M. Rayhan Alfian yang merupakan siswa SMKN 1 Surabaya, Budi Sugiharto mendatangi sekolah tempat anaknya menuntut ilmu pada Rabu (26/9). Budi mengaku anaknya ditampar oleh Kepala SMKN 1 Surabaya, Bahrun tanpa alasan yang jelas.

Kedatangan Budi ke sekolah tersebut adalah untuk mempertanyakan langsung kepada yang bersangkutan. Meski demikian, upaya Budi tidak berhasil. Lantaran sang kepala sekolah tidak ada. Meskipun sudah ditunggu lama, namun kepala sekolah tak kunjung datang.

"Saya menerima telpon dari anak saya dia bilang ditampar oleh kepala sekolah tanpa alasan yang jelas sampai kacamatanya lepas," kata Budi saat ditemui di SMKN 1 Surabaya, Rabu (26/9).

Budi menjelaskan, kejadian ini bermula ketika tengah dilangsungkannya ujian tengah semester (UTS) di sekolah tersebut. Rayhan beserta dua temannya, yakni Zidan dan Zulfikarnain merasa sudah menyelesaikan semua soal ujian. Sehingga mereka beranjak dari kelas, meski jam ujian belum berakhir.

"Padahal dia (Rayhan) bilang keluar kelas itu diperintah gurunya supaya tidak mengganggu. Tapi di luar dimarahi kepala sekolah tanpa alasan yang jelas," ujar Budi.

Budi melanjutkan, sang kepala sekolah kemudian mengantar ketiga siswa itu kembali ke kelas, sembari memeriksa lembar jawaban yang bersangkutan. Saat diperiksa, ternyata masih ada jawaban yang belum diisi oleh ketiga anak tersebut.

"Kemudian dia periksa lembar ujian ada soal yang belum terisi di sanalah kepala sekolah marah besar dan menampar itu," kata Budi.

Budi kemudian meminta sang kepala sekolah untuk mundur dari sekolah tersebut, karena khawatir anak-anak akan trauma atas kejadian tersebut. Apalagi anak Budi masuk ke dalam golongan anak berkebutuhan khusus atau inklusi.

Budi mengaku hingga saat ini belum ada rencana membawa kasus tersebut ke ranah hukum, dan masih berupaya menyelesaikannya secara kekeluargaan. Namun, dia tetap berharap agar sang kepala sekolah mundur dari jabatannya.

"Saya minta kepala sekolah ini untuk mundur karena kasihan anak-anak ini. Gak pantas kepala sekolah berbuat kasar. Jadi saya mohon Pak Bahrun untuk keikhlasannya mundur," kata Budi.

Salah seorang siswa yang diduga menjadi korban dalam kasus tersebut, Mochammad Zulfikarnain mengungkapkan, kejadian ini terjadi ketika ia dan teman-temannya selesai mengerjakan ujian yakni ujian tertulis pelajaran pendidikan Jasmani

"Separuh anak memang keluar sebelum jam berakhir, jadinya saya mau minta maaf waktu kepala sekolah teriak negur. Malah tangan saya dipukul dua kali sambil diteriaki bahasa jawa disuruh masuk kelas,"kata dia.

Zulfikar mengungkapkan selain dirinya, salah satu temannya yang autis juga menerima tamparan hingga kacamata yang digunakan jatuh. Selain itu satu temannya yang lain juga menerima cubitan dan jambakan.

"Baru kali ini lihat kepala sekolah begitu, makanya saya nggak terima. Apalagi ada teman saya yang inklusi juga jadi korban,"ujar anak yang juga ketua kelas XI Multimedia 2 ini.

Ia mengungkapkan selain mendapat perlakuan kekerasan, kepala sekolah juga melontarkan kata-kata teguran dalam bahasa jawa. "Dimaki dalam bahasa kasar,jadi kepala sekolah bilang jawaban kayak gini kok keminter (sok pintar). Dadi anakku ya tak kaplok (kalau anakku, aku pukul),"ujar dia.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan Asslamet, meminta maaf atas nama pribadi dan sekolah atas kejadian tersebut. Menurut Slamet, kejadian ini merupakan yang pertama kali. Bahkan kepala sekolah sering mengingatkan untuk tidak memakai kekerasan terhadap anak didiknya.

"Kami ingin menyampaikan disiplin kasih sayang, karena anak-anak ini amanah kami. Saya yakin hal ini khilaf," kata Slamet.

Slamet juga menjamin peristiwa tersebut tidak akan menimbulkan trauma bagi anak-anak. Slamet meneruskan, aturannya para siswa belum boleh ke luar kelas sebelum jam ujian berakhir, meski yang bersangkutan sudah menyelesaikan soal ujian.

"Seharusnya memang di dalam karena kalau ke luar juga mengganggu yang lain pengen buru-buru ke luar," kata Slamet.

Terkait tidak adanya kepala sekolah di ruangannya, Slamet mengaku yang bersangkutan tengah mengikuti rapat di Dinas Pendidikan Jatim. Keterangan tersebut didapat berdasarkan pesan singkat yang diterimanya langsung dari kepala sekolah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement