Kamis 29 Mar 2012 13:06 WIB

Ganja dalam Berbagai Perspektif

Diskusi Publik IMM Komisariat Fakultas Hukum UMJ dengan tema “Ganja Dalam Berbagai Perspektif” di Aula FH UMJ lt. 2 pada Selasa (27/03) lalu.
Foto: humas unj
Diskusi Publik IMM Komisariat Fakultas Hukum UMJ dengan tema “Ganja Dalam Berbagai Perspektif” di Aula FH UMJ lt. 2 pada Selasa (27/03) lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, Ganja merupakan sejenis tumbuhan budidaya penghasil serat dengan sirip daun berbentuk serupa tangan membuka lebar. Ganja memiliki biji yang sering disalahgunakan karena mengandung kadar narkotika yang tinggi. Dengan nama Binomial Cannabis Sativa, Ganja hanya bisa tumbuh sekitar 2 meter dan sering disalahgunakan sebagai rokok mariyuana.

Meski memiliki mudharat atau aspek negatif ternyata banyak juga manfaat yang bisa diambil dari tumbuhan ganja ini mulai dari akar hingga ke daun. Ganja bisa dimanfaatkan dalam dunia kesehatan, kuliner atau masakan dan lainnya.

Dua perspektif normatif tersebut digali kembali dari berbagai perspektif lainnya dalam Diskusi Publik IMM Komisariat Fakultas Hukum UMJ dengan tema “Ganja Dalam Berbagai Perspektif” di Aula FH UMJ lt. 2 pada Selasa (27/03) lalu.

Hadir sebagai pembicara Dosen pengampu Tindak Pidana Psikotropika Dr. Saiful Bahri, Dr. Arovah Windiani yang berbicara dalam perspektif syariah, Fauziyah berbicara dalam konteks kesehatan dan Dhira Narayana sebagai Ketua Lingkar Ganja Nasional (LGN) sekaligus salah satu penulis buku Hikayat Pohon Ganja.

Menurut M Rusdi Daud, Wakil Dekan II, kepada ROL seusai acara tersebut, bahwa ganja sebagai sebuah varitas tumbuhan memiliki dua sisi yang kerap mendapat penilaian dari masyarakat yakni dibolehkan dengan dalih manfaatnya dan dilarang atas dasar penyalahgunaan yang sering terjadi.

Tetapi, lanjutnya, ganja sebagai sebuah objek harus mendapat tempat yang obyektif di mata ilmu pengetahuan. Selama ini, ganja ditempatkan pada posisi yang salah sehingga image kita tentang ganja selalu buruk, “ganja digunakan untuk mencari kesenangan padahal mencari kesenangan tidak perlu memakai ganja”, tegasnya.

Dalam perspektif hukum, Saiful Bahri menerangkan riwayat ganja secara historis terlebih dulu. Menurutnya, pohon ganja ditemukan pertama kali di mesopotamia (Iran-Irak) dan digunakan sebagai obat sakit perut namun jika dipakai berlebihan dapat membuat orang tertawa tanpa alasan. Kemudian, ganja berkembang menjadi komoditi obat di Eropa yang dibolehkan dalam kadar tertentu. Ia juga berkembang bersama kehidupan sosial-budaya contohnya Aceh yang biasa memasak menggunakan daun ganja.

Istilah narkotika dan psikotropika sendiri merupaka dua nomenklatur yang berbeda. Narkotika dan psikotropika turut mengontrol kehidupan politik dalam beberapa hal. Di sini bisa dianalisa letak penyalahgunaan pada keduanya. Di Indonesia, ganja dan jenis narkotika dan psikotropika lainnya dibawa oleh orang-orang Cina yang suka berniaga. Dalam perspektif hukum selama ini tidak ada masalah regulasi dan kebijakan tapi masalahnya ada pada penegakan hukum saja.

Sedangkan Arovah menitikberatkan pada aspek hukum Islam atau syariah. Bagi Arovah hukum Islam itu ada maksud-maksud di dalamnya yang bertujuan untuk kemaslahatan. Islam sudah jelas melarang dan mengharamkan sesuatu yang memabukkan. Meski banyak menakankan pada khamr (minuman keras) tetapi penekanannya adalah pada memabukkan atau tidak.

Dhira sendiri sebagai ketua sebuah organisasi yang menuntut legalisasi ganja memiliki sudut pandang sendiri yang berbeda. Ganja, sejauh ini masih dilihat secara sebelah mata yakni aspek negatifnya saja. Padahal, menurutnya, ganja memiliki potensi manfaat yang cukup banyak mulai dari kebutuhan medis, green economy, pendidikan dan sebagainya. Sedangkan Fauziyah hanya melihat dalam perspektif kesehatan dalam arti penggunaan ganja untuk keperluan kesehatan. (Adv/Humas UMJ)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement