Sabtu 06 Mar 2021 16:08 WIB

Kemendikbud Terbuka Soal Perumusan Peta Jalan Pendidikan

Saat ini peta jalan masih dikaji di berbagai forum dan belum final.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah siswa berjemur dalam pengawasan guru di halaman sekolah sambil mengenakan masker saat hari pertama dimulainya kembali pembelajaran tatap muka.
Foto: ANTARA/Wahdi Septiawan
Sejumlah siswa berjemur dalam pengawasan guru di halaman sekolah sambil mengenakan masker saat hari pertama dimulainya kembali pembelajaran tatap muka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) masih merumuskan peta jalan pendidikan. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (PAUD Dasmen) Kemendikbud, Jumeri mengatakan, saat ini peta jalan masih dikaji di berbagai forum.

Dia menjelaskan, sifat peta jalan pendidikan saat ini belum final. Berbagai pihak terus dimintai masukan untuk melengkapi peta jalan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan Indonesia di masa yang akan datang.

"Kemendikbud terbuka terhadap berbagai usul, aspirasi dan ide semua pihak untuk mematangkan peta jalan ini," kata Jumeri, pada Republika, Sabtu (6/3).

Sebelumnya, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengkritisi tidak adanya frasa 'agama' dalam draf rumusan peta jalan pendidikan. Menurut Haedar, hilangnya frasa 'agama' merupakan bentuk melawan konstitusi, sebab merunut pada hierarki hukum, produk turunan kebijakan tidak boleh berbeda dari peraturan diatasnya.

Dia menjelaskan, pedoman wajib di atas peta jalan pendidikan yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pada ayat 5 Pasal 31 UUD 1945, menjelaskan secara eksplisit bahwa agama sebagai unsur integral di dalam pendidikan nasional.

"Kenapa Peta Jalan yang dirumuskan oleh Kemendikbud kok berani berbeda dari atau menyalahi pasal 31 UUD 1945. Kalau orang hukum itu mengatakan ini Pelanggaran Konstitusional, tapi kami sebagai organisasi dakwah itu kalimatnya adalah tidak sejalan dengan Pasal 31," kata Haedar.

Dia mempertanyakan, apakah tidak adanya agama di dalam peta jalan pendidikan merupakan kesengajaan. Hal ini, kata Haedar harus menjadi masukan penting bagi pemerintah. "Agar kita berpikir bukan dari aspek primordial, tapi berpikir secara konstitusional," kata dia lagi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement