Senin 24 Jun 2019 18:46 WIB

Pakar: Zonasi Sekolah Harus Diimbangi dengan Kualitas

Zonasi sekolah dinilai tidak masalah kalau delapan standar dipenuhi.

Orang tua dan calon siswa melihat peta zonasi saat sosialisasi dan simulasi pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 tingkat SMA-SMK di Bandung, Jawa Barat, Jumat (14/6/2019).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Orang tua dan calon siswa melihat peta zonasi saat sosialisasi dan simulasi pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 tingkat SMA-SMK di Bandung, Jawa Barat, Jumat (14/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Pakar Pendidikan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Joko Nurkamto mengatakan penerapan zonasi sekolah harus diimbangi dengan kualitas. Hal itu mencegah masyarakat tidak kecewa dengan sistem tersebut.

"Zonasi tidak masalah kalau delapan standar dipenuhi, standar kompetensi lulusan (SKL), standar isi, proses, penilaian, kualifikasi pendidikan dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar penilaian dan pembiayaan," katanya di Solo, Senin (24/6).

Ia mencontohkan dari sisi sarana prasarana, jika memang bagus maka pendidikan yang diberikan kepada siswa juga akan bagus. Selanjutnya untuk sistem laboratorium multimedia tidak seluruh sekolah mutunya bagus.

"Selain itu juga bagaimana kualitas guru dan kepala sekolah. Intinya kalau bisa memenuhi delapan standar tersebut maka tidak masalah. Yang dikomplain orang tua itu kan anak pintar tetapi dapat sekolah yang jelek," katanya.

Ia mengatakan jika sistem zonasi dipaksakan maka ada dua kemungkinan yang terjadi, yaitu jika sekolah tidak dibenahi maka yang terjadi mungkin anak akan frustasi. Selanjutnya, yang kedua adalah anak tidak mempermasalahkan hal itu namun orang tua tidak rela jika anak tidak memperoleh sekolah yang kualitasnya baik.

"Permasalahannya kalau anak frustrasi kan kasihan anaknya. Belajarnya tidak termotivasi lagi karena mereka mendapati sistem, lingkungan, dan teman-teman yang tidak baik," katanya.

Sementara itu, dikatakannya, kepadatan penduduk setiap daerah tidak sama akhirnya berdampak pada jumlah siswa yang diperoleh sekolah tersebut.

"Ini beberapa kasus yang terjadi, kan ada daerah yang satu sekolah hanya dapat lima orang karena kepadatan penduduk di masing-masing zona beda. Boleh jadi di satu sekolah targetnya tidak terpenuhi," katanya.

Oleh karena itu, dikatakannya, perlu ada evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan banyak pihak, di antaranya orang tua siswa, siswa, guru, dan tokoh pendidikan.

"Mereka ditanyai bagaimana efektivitas sistem ini. Yang pasti perlu ada kajian yang lebih mendalam terkait zonasi.Mestinya pemerintah perlu mengantisipasi atau merespons, apa yang jadi masalah. Kalau ingin berjalan baik ya sistemnya diperbaiki," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement