Selasa 18 Jun 2019 14:00 WIB

Pengamat Sebut PPDB Justru Ciptakan Keadilan Sosial

Masyarakat mengeluhkan minimnya informasi soal pendaftaran melalui PPBD.

Pendaftaran PPDB online SMA.Sejumlah orang tua dan Calon Siswa mengantre untuk mendaftar Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 tingkat SMA-SMK di SMAN 2 Bekasi, Jawa Barat, Senin (17/6).
Foto: Republika/Fakhri Hermansyah
Pendaftaran PPDB online SMA.Sejumlah orang tua dan Calon Siswa mengantre untuk mendaftar Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 tingkat SMA-SMK di SMAN 2 Bekasi, Jawa Barat, Senin (17/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang banyak dikeluhkan para orang tua murid sejatinya untuk menciptakan keadilan sosial, kata pemerhati pendidikan dari Universitas Multimedia Nusantara Doni Koesoema A. "Kebijakan zonasi ini membuat keadilan sosial dan pemerataan," katanya saat dihubungi di Jakarta, Selasa (18/6).

Menurut dia, keluhan warga, baik melalui media sosial maupun sejumlah pemberitaan, salah satunya karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap tujuan PPDB berbasis zonasi. Ia menjelaskan kebijakan zonasi, membuat anak sekolah dekat rumah, biaya transportasi sedikit, dan memberikan keuntungan ekonomi orang tua.

Baca Juga

Kebijakan zonasi yang berdasarkan jarak dan bukan nilai pendidikan, kata dia, karena ingin membuka akses pendidikan lebih luas kepada semua orang.

Selama ini, lanjut dia, sekolah yang bagus diisi anak dari kalangan orang tua kaya yang pintar-pintar meskipun rumahnya jauh dari sekolah.  Sedangkan anak dari keluarga kurang mampu yang berada di sekitar sekolah unggulan tersebut, tidak pernah mendapatkan sekolah yang bagus.

Ia mengatakan dengan sistem zonasi maka anak dari keluarga miskin mendapatkan kesempatan yang sama dengan murid yang berasal dari keluarga kaya serta pintar. "Makanya menteri (Kemendikbud) punya ide dengan kebijakan zonasi ini akses sekolah yang lebih baik itu bisa terbentuk," katanya.

Ia mengemukakan dengan sistem itu, anak-anak dari keluarga miskin yang sudah berusaha keras tetapi nilainya tidak mencukupi bisa memiliki akses sama dengan anak dari keluarga kaya. Anak keluarga berada bisa mempunyai akses lebih luas karena orang tuanya mempunyai biaya mencukupi.

"Padahal tidak semua orang miskin yang bodoh dan malas, ada anak orang miskin yang pintar juga," katanya.

Sementara itu, banyak warga yakni para orang tua mengeluhkan kebijakan PPDB berbasis zonasi yang telah diterapkan sejak tiga tahun terakhir ini, sebagai hal yang menyulitkan mereka. Para orang tua harus mengantre dan datang lebih pagi untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah sesuai zona. Ada kekhawatiran orang tua, anaknya tidak tertampung di sekolah yang ada di zonanya serta minimnya informasi terkait dengan tata cara pendaftaran sekolah tersebut.

Bahkan sejumlah warganet mengeluhkan PPDB berbasis zonasi yang diterapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan karena tidak mempertimbangkan hasil Ujian Nasional (UN).

"Ya, terus buat apa UN diadakan Pak? Tahu gitu tidak usah ikut bimbingan belajar sana-sini, Pak, terbuang sia-sia uang orang tua saya," tulis akun Instagram @qonitafadiyah di laman Instagram Kemendikbud, @kemdikbud.ri.

Menanggapi keluhan itu, Doni mengatakan orang tua hendaknya memilih sekolah yang memang sesuai dengan minat dan bakat anak. Karena tidak menjadi jaminan sekolah unggulan lalu membuat anak pintar.

"Banyak sekolah unggulan anaknya tetap bimbingan belajar toh," katanya.

Doni juga menangkal laporan para orang tua yang berkomentar agar anaknya tidak perlu belajar pintar karena nilai tidak lagi menentukan dirinya diterima masuk sekolah unggulan.

Hal seperti itu, menurut Doni, pemikiran salah. Karena sistem PPDB memiliki tiga jalur masuk, yakni zonasi 90 persen, anak berprestasi lima persen, dan jalur perpindahan orang tua atau wali murid lima persen.

"Itu pemikiran keliru, karena anak pintar (berprestasi) bisa masuk lewat jalur prestasi yang lima persen," katanya.

Sebelumnya, Mendikbud bersama Mendagri telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 01 Tahun 2019 dan Nomor 420/2973/SJ. Edaran yang ditujukan kepada para kepala daerah itu agar pemdasegera menetapkan kebijakan petunjuk teknis (juknis) PPDB berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 serta zonasi persekolahan sesuai kewenangan masing-masing.

Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 mengatur agar PPDB yang dilaksanakan pemerintah kabupaten/kota untuk pendidikan dasar, maupun pemerintah provinsi untuk pendidikan menengah, wajib menggunakan tiga jalur, yakni jalur zonasi (paling sedikit 90 persen), jalur prestasi (paling banyak lima persen), dan jalur perpindahan orang tua/wali (paling banyak lima persen). Nilai UN tidak dijadikan syarat seleksi jalur zonasi dan perpindahan orang tua.

Penerapan PPDB yang menyimpang dari Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tidak dibenarkan. Sanksi akan diberikan sesuai peraturan, seperti teguran tertulis sampai dengan penyesuaian alokasi atau penggunaan anggaran pendidikan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement