Sabtu 13 Apr 2019 19:40 WIB

Budaya Literasi Dikembangkan Melalui Pendidikan Terintegrasi

Pendidikan terintegrasi dimulai dari keluarga, sekolah hingga masyarakat.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhajir Effendy saat meninjau Sekolah Dasar Negeri 5 Pohgading, Desa Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur, Senin (13/8). Sekolah tersebut menjadi salah satu yang mengalami kerusakan parah akibat gempa Lombok.
Foto: Republika/Dadang Kurnia
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhajir Effendy saat meninjau Sekolah Dasar Negeri 5 Pohgading, Desa Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur, Senin (13/8). Sekolah tersebut menjadi salah satu yang mengalami kerusakan parah akibat gempa Lombok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan budaya literasi harus dikembangkan melalui pendidikan terintegrasi yang dimulai dari keluarga, sekolah hingga masyarakat.

"Sebagai bangsa yang besar, Indonesia harus mampu mengembangkan budaya literasi sebagai prasyarat kecakapan hidup abad 21, melalui pendidikan terintegrasi," ujar Muhadjir saat memberikan sambutan dalam kegiatan teknis infrastruktur baca tulis di Jakarta, Sabtu (13/4).

Baca Juga

Mendikbud menjelaskan selama ini, masyarakat Indonesia sudah mengenal enam literasi dasar yakni baca tulis, numerasi, sains, digital, finansial serta budaya , dan kewargaan.

Mendikbud juga menjelaskan membaca dan menulsi merupakan literasi yang dikenal paling awal oleh manusia.

Membaca dan menulis termasuk literasi fungsional yang berguna, yang mana dalam hal ini membaca merupakan kunci untuk mempelajari semua ilmu pengetahuan termasuk informasi dan petunjuk sehari-hari yang berdampak dalam kehidupan masyarakat. Kualitas hidup seseorang lebih baik dengan kemampuan membaca dan menulis.

Akan tetapi berdasarkan peringkat Programme for International Student Assesment (PISA) 2015, literasi Indonesia menempati peringkat 69 dari 76 negara atau dengan kata lain termasuk rendah.

"Untuk itu, sejak 2015 kami menggalakkan gerakan literasi nasional. Saya berharap gerakan itu tidak hanya sekedar membaca untuk memahami teks, tetapi memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi," imbuh dia.

Dengan kemampuan itu, siswa tidak hanya terpaku pada jawaban proses menghafal tetapi memahami konsep ilmunya. Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu keterampilan abad 21.

Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra Badan Bahasa Kemendikbud Hurip Danu Ismadi mengatakan pelatihan itu bertujuan memberikan pengetahuan bagaimana memberikan enam literasi itu kepada masyarakat.

"Peserta ini terdiri dari pegiat literasi, guru dan juga penyuluh bahasa. Harapan kami, mereka bisa menjadi agen perubahan literasi di lingkungannya," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement