Senin 11 Feb 2019 16:46 WIB

Mahasiswa Ajukan Uji Materi UU Perdagangan

Jasa pendidikan sebagai salah satu bentuk pelayanan jasa yang bisa diperdagangkan

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Esthi Maharani
Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Reza Aldo Agusta, mengajukan permohonan uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam UU tersebut diatur tentang jasa pendidikan sebagai salah satu bentuk pelayanan jasa yang bisa diperdagangkan.

Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima Republika, uji materi ini menyasar pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014. Reza mengajukan permohonan ini dalam kapasitasnya sebagai warga negara Indonesia dan mahasiswa yang resah dengan masa depan pendidikan di Indonesia.

Reza mengatakan, sebagai warga negara, ada potensi pelanggaran terhadap hak atas pendidikannya. Mahasiswa merupakan pihak yang akan merasakan dampak komersialisasi  pendidikan tersebut.

“Sangat ironis ketika pendidikan yang seharusnya menjadi alat untuk menabur bibit unggulan bangsa malah diperlakukan sebagai jasa yang dapat diperdagangkan," ujar Reza.

Dia berharap MK nantinya bisa membatalkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) itu.  “Saya berharap setelah uji materi ini, dapat tercipta satu sistem pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa dan senafas dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," tegasnya.

Sementara itu, kuasa hukum Reza, Leonard Arpan, mengatakan adanya potensi dualisme sistem pendidikan dari aturan tersebut. Di satu sisi, berdasarkan UU Perdagangan bisa menciptakan pendidikan yang mengutamakan keuntungan dan pertumbuhan ekonomi.

Sistem ini kontras dengan sistem pendidikan nasional yang menguntamakan pemerataan pendidikan. "Keberadaan dua sistem pendidikan ini melanggar Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 yang mengamanatkan adanya satu sistem pendidikan nasional. Dengan menjadikan pendidikan sebagai komoditas perdagangan, negara menempatkan pendidikan sebagai barang privat yang berpotensi menjauhkan akses masyarakat terhadap pendidikan,” tegas Leonard.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement