Sabtu 09 Feb 2019 18:22 WIB

Mendikbud Tegaskan Kembali Sistem Zonasi PPDB

Tahun kemarin orang tua mengeluhkan sistem zonasi.

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Dwi Murdaningsih
Sejumlah warga melakukan aksi unjuk rasa sistem Zonasi Sekolah di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Senin (9/7).
Foto: Antara/Heru Salim
Sejumlah warga melakukan aksi unjuk rasa sistem Zonasi Sekolah di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Senin (9/7).

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhajir Effendi kembali menegaskan penerapan sistem zonasi dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun 2019. Menurutnya, dalam PPDB tahun 2019, semua sekolah negeri di tingkat SD hingga SMA/SMK harus menerapkan sistem zonasi.

''Melalui sistem zonasi, maka peserta didik yang diterima adalah peserta didik yang bertempat tinggal di zonasi terdekat dari sekolah,'' kata dia, saat berada di Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Sabtu (9/2).

Saat ditanya bagaimana dengan nasib anak-anak yang tempat tinggalnya jauh dari sekolah negeri, Mendikbud tidak memberi jawaban. Namun saat ditanya apakah mereka terpaksa harus memilih di swasta, Mendikbud menjawab hal itu tidak masalah.

Proses PPDB dengan menerapkan sistem zonasi ini, sebenarnya sudah mulai diterapkan pada tahun 2018. Untuk PPDB 2019 ini, Mendikbud telah menerbitkan Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Melalui Permendikbnud tersebut, tidak ada perubahan mendasar dari penerapan sistem zonasi pada tahun PPDB 2018.

Hanya dalam PPDB tahun 2018, pengguna SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) sudah tidak lagi mendapat prioritas. Dalam proses penerimaan, semua diperlakukan sama berdasarkan zonasi. Dengan demikian, calon siswa yang tempat tinggalnya paling dekat dengan sekolah akan mendapat peluang lebih besar untuk diterima di sekolah tersebut.

Pada tahun lalu, penerapan sistem zonasi di Kabupaten Banyumas banyak dikeluhkan orang tua calon siswa yang rumahnya jauh dari sekolah negeri. Hal ini mengingat lokasi sekolah negeri baik tingkat SMP-SMA, umumnya berada di wilayah padat penduduk. Selain itu, daya tampung siswa sekolah negeri tidak mencukupi bila harus menampung seluruh calon siswa yang ada di wilayah zonasinya.

Berdasarkan keterbatasan kapasitas tersebut, maka sistem penerimaan siswa baru diranking berdasarkan radius jarak tempat tinggal calon siswa dan sekolah yang didaftar calon siswa. Semakin dekat jarak tempat tinggal calon siswa dengan sekolah yang dituju, semakin besar untuk diterima. Hasil Nilai Ebtanas Murni (NEM) calon siswa, sama sekali sudah tidak menjadi pertimbangan untuk bisa diterima.

Hal inilah yang menyebabkan calon siswa yang berada di wilayah jauh dari sekolah negeri, akhirnya hanya bisa melanjutkan sekolah di sekolah-sekolah swasta. Umumnya, mereka justru berasal dari keluarga dengan kemampuan ekonomi yang terbatas

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement