Selasa 15 Jan 2019 20:07 WIB

Pemda Diminta Subsidi Sekolah Swasta

Pemberian subsidi ini dinilai lebih efektif daripada mendirikan sekolah negeri baru

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Kantor Dinas Pendidikan Kota Bandung didatangi orangtua murid dan pengunjuk rasa yang mengeluhkan aturan zonasi dalam PPDB, Kamis (12/7).
Foto: Republika/Zuli Istiqomah
Kantor Dinas Pendidikan Kota Bandung didatangi orangtua murid dan pengunjuk rasa yang mengeluhkan aturan zonasi dalam PPDB, Kamis (12/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendorong pemerintah daerah untuk memberikan subsidi kepada sekolah-sekolah swasta untuk menerima calon siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri di zonanya. Pemberian subsidi ini dinilai lebih efektif ketimbang mengusulkan pendirian sekolah negeri baru di zona tersebut.

"Saya punya usul ke kepala dinas pendidikan, daripada membangun sekolah baru, lebih baik memberi subsidi kepada sekolah swasta untuk menerima siswa-siswa ini," kata Direktur Pendidikan Dasar dan Menengah Hamid Muhammad di Gedung Kemendikbud Jakarta, Selasa (15/1).

Hamid menjelaskan, bentuk subsidi yang diberikan kepada sekolah swasta bisa beragam tergantung kebijakan pemerintah daerah. Misalnya memberikan subsidi dalam hal anggaran, fasilitas pendidikan dan sarana prasana penunjang pendidikan.

Kendati begitu dia meminta agar pemerintah daerah mempertimbangkan kualifikasi sekolah swasta yang akan disubsidi. Jangan sampai, kata Hamid, pemerintah daerah memberikan subsidi kepada sekolah swasta kecil yang sudah hampir bubar.

"Kalau sekolah yang tidak memenuhi standar minimal, lebih baik dimerger saja atau ditutup jangan diberi subsidi," ucap dia.

Sebelumnya, Kemendikbud secara resmi menerbitkan Permendikbud Nomor 51 tahun 2018 tentang penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun 2019. Tahun ini PPDB akan dilaksanakan melalui tiga jalur yaitu zonasi dengan kuota minimal 90 persen, prestasi dengan kuota maksimal 5 persen dan jalur perpindahan orang tua dengan kuota maksimal 5 persen.

Mendikbud Muhadjir Effendy menjelaskan, kuota 90 persen tersebut sudah termasuk peserta didik yang tidak mampu dan penyandang disabilitas pada Sekolah yang menyelenggarakan layanan inklusif. Adapun untuk domisili harus berdasar pada Kartu Keluarga (KK) yang diterbitkan minimal 1 tahun sebelumnya, jika tidak ada KK dapat diganti dengan Surat Keterangan (Suket) domisili dari RT/RW.

"Intinya sekolah harus memprioritaskan peserta didik yang memiliki KK atau Suket domisili sesuai dalam satu wilayah kabupaten/kota yang sama dengan sekolah asal. Karena manfaat dari pendekatan zonasi ini yaitu mengubah pemecahan masalah pendidikan tadinya menggunakan gambaran makro diubah menjadi mikro atau per zona," jelas Muhadjir dalam taklimat media peluncuran PPDB Nomor 51 Tahun 2018 di Gedung Kemendikbud, Selasa (15/1).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement