Ahad 30 Dec 2018 19:10 WIB

Kebutuhan akan Suasana Sekolah Menyenangkan Sangat Tinggi

Guru dapat mengajar sesuai kebutuhan anak-anak.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Peserta mengikuti salah satu kegiatan workshop Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) di Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Jombang.
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Peserta mengikuti salah satu kegiatan workshop Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) di Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Jombang.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kebutuhan terhadap suasana sekolah yang menyenangkan sangat tinggi baik dari stakeholder pendidikan seperti guru maupun orang tua murid. Hal ini diungkapkan oleh Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal.

Rizal mengatakan, kebutuhan tersebut terlihat dari banyaknya sekolah yang ingin untuk mengadopsi GSM ini. Sebab, platform dan materi GSM ini mudah diadopsi dan diimplementasikan dengan cepat. Hal ini akan memberikan dampak yang positif baik kepada guru maupun siswa.

Di ekosistem belajar GSM sendiri, lanjutnya, setiap siswa dengan keunikannya masing-masing akan merasa lebih dihargai. Dengan itu, motivasi belajarnya meningkat untuk memperoleh berbagai materi pelajaran atau program pendidikan yang baru.

Sementara, guru memiliki mindset dan skill baru tentang arah pendidikan di masa depan dan meningkatnya literasi manusia. Sehingga guru dapat mengajar sesuai kebutuhan anak-anak.

"Hal ini yang dirasakan oleh setiap orang ketika mengunjungi sekolah-sekolah model yang tergabung di GSM. Sehingga mereka tertarik untuk segera mengadopsinya dengan cara gotong-royong tanpa menunggu instruksi dari atas," kata Rizal, kepada Republika.co.id, Sabtu (30/12).

Ketertarikan akan suasana sekolah menyenangkan ini terlihat salah satunya di SD Muhammadiyah Kutoarjo, Purworejo, Jawa Tengah. Sekolah ini menjadi pelopor bagi sekolah lainnya untuk menjadi bagian dari GSM. Bahkan sekolah ini mampu mengajak sekolah lainnya di Purworejo untuk menciptakan sekolah yang menyenangkan bagi siswanya. 

Rizal menjelaskan, awal dari GSM ini berkembang di Purworejo karena salah satu wali murid yang ingin melakukan outbound di Kampung Flory, Sleman, DIY, sekaligus mengunjungi sekolah berkualitas di daerah tersebut.

Mereka pun mencari dan menemukan salah satu SD yang lokasinya berdekatan dengan Kampung Flory yaitu SD Muhammadiyah Mantaran. "Lalu setelah mengunjungi SD Muh Mantaran, mereka jatuh hati karena melihat ekosistem sekolahnya sangat welcome dan menyenangkan," kata Rizal.

Bahkan, siswanya pun aktif dengan memiliki karakter yang mandiri, percaya diri dan santun. Yang lebih menarik, katanya, sekolah ini berubah sejak bergabung di GSM.

Oleh karena itu, SD Muhammadiyah Kutoarjo pun mengaplikasikan GSM ini. Mereka mengajak sekolah lainnya untuk melakukan gerakan yang sama. Hanya dalam waktu dua minggu, sekolah ini mampu mengumpulkan 13 sekolah negeri dan sekolah Muhammadiyah pinggiran yang ada di Purworejo.

"Ternyata GSM mampu menciptakan karakter kolaborasi dari aspek gerakannya, belum dari kontennya. Gerakannya saja mereka sudah menjiwai bahwa GSM ini sifatnya berkolaborasi. Ini memecah sistem pendidikan kita yang gemar mengkompetisikan satu sama lain," ujar Rizal.

Ke depannya, lanjut dia, GSM akan terus ditingkatkan. Sehingga, suasana sekolah menyenangkan yang memang dibutuhkan oleh siswanya dapat terwujudkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement