Kamis 27 Dec 2018 19:44 WIB

Kemendikbud Akui Banyak Guru Salah Persepsi Terkait HOTS

Banyak guru yang berasumsi soal-soal HOTS adalah soal yang rumit dan sulit.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Sejumlah peserta mengerjakan soal ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) / Ilustrasi
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah peserta mengerjakan soal ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) / Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengakui masih banyak guru yang salah persepsi terkait konsep ajar bernalar tinggi atau High Order Thinking School (HOTS). Selain itu, masih banyak juga guru yang berasumsi soal-soal HOTS adalah soal yang rumit dan sulit.

"Masalah dibanyak tempat, guru masih mispersepsi terhadap HOTS. Kadang-kadang dipersepsikan HOTS itu identik dengan sulit, tetapi sesungguhnya HOTS itu hanya memerlukan kreatifiktas guru untuk membuat anak-anak itu bernalar dalam memecahkan soal," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Totok Suprayitno usai Taklimat media kilasan kinerja 2018 Kemendikbud di Jakarta, Kamis (27/12).

Totok menerangkan, soal-soal HOTS bukan berarti soal yang sulit. Karena pada dasarnya HOTS adalah bagaimana cara para guru membuat kebaruan-kebaruan dalam proses belajar serta bagaimana guru melatih daya nalar serta kritis siswa.

Untuk itu, menurut Totok, selama ini pun Kemendikbud telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan pemahaman para guru terkait HOTS. Salah satunya dengan melakukan Aksi for School yang juga menyelenggarakan pelatihan dan pengenalan terhadap soal-soal HOTS.

"Pada aksi itu banyak contoh soal HOTS buatan guru yang sudah dilatih yang jadi insipirasi bagi guru-guru lain (yang mispersepsi). Dari soal yang dilatihkan tadi para guru juga bisa melatih kan soal lagi itu ke murid di kelas," ungkap Totok.

Sementara itu, sebelumnya Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai, proses ajar yang mengacu pada cara berpikir dengan nalar tinggi atau High Order Thinking Skill (HOTS) di berbagai daerah masih belum merata dan optimal. JPPI menyimpulkan ketidakoptimalan itu disebabkan oleh mutu para pendidik yang masih rendah, bahkan belum paham tentang konsep HOTS.

Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matriaji mengungkapkan, dari hasil penelitiannya masih banyak daerah yang belum mengintervensi dan mengalokasikan anggaran untuk peningkatan mutu para pendidik. Alhasil, mutu pendidik di berbagai daerah masih rendah.

“Misalnya kami kemarin melakukan penelitian di Banten, Jawa Timur dan Kepulaun Riau (Kepri) anggaran untuk peningkatan kualitas guru itu tidak ada yang lebih dari satu persen. Anggaran pendidikan yang 20 persen di lokal banyak yang dipakai gaji guru, infrastruktur, atau rapat. Kalau alokasi 1 persen kita berharap apa untuk guru?” Ungkap Ubaid saat dihubungi Republika, Kamis (27/12).

Untuk itu, Ubaid juga memprediksi pelaksanaan Ujian Nasional tahun 2019 masih akan menimbulkan kegaduhan. Mengingat, soal-soal UN tahun 2019 bakal menyajikan soal HOTS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement