Rabu 26 Dec 2018 11:19 WIB

Ciptakan Kegiatan Sekolah tanpa Timbulkan Stres

Jadwal masuk Senin biasanya selalu menjadi hari termalas bagi para siswa.

Rep: Wilda Fizriyani / Red: Agus Yulianto
Peserta mengikuti salah satu kegiatan workshop Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) di Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Jombang.
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Peserta mengikuti salah satu kegiatan workshop Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) di Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Jombang.

REPUBLIKA.CO.ID, Rasanya sulit menemukan siswa Indonesia mau berada lama di sekolahnya. Mereka seakan ingin cepat pulang dan berlama-lama libur dari kegiatan sekolah. Hal ini yang dialami SD Muhammadiyah Mantaran, Sleman.

Kepala SD Muhammadiyah Mantaran Sleman, Khoiry Nuria Widyaningrum menceritakan, terdapat beberapa siswanya yang seakan berat mengikuti kegiatan sekolah. Adapula yang sering terlambat datang ke sekolah karena tingkat semangat belajar begitu rendah. Sekolah seperti tempat yang begitu dihindari dan ingin ditinggalkan secepat mungkin.

Melihat hal tersebut, perempuan berhijab ini pun mencoba mencari sejumlah upaya agar masalah tersebut terselesaikan. Salah satunya dengan mengikuti kegiatan Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM). 

Perkenalan Nuria dengan gerakan ini bermula dari keikutsertaan di kelas berbagi. "Itu program Gugus Kecamatan Sleman, ada kelas berbagi dengan konsep workshop cuma sehari. Di situ dijelaskan garis besar GSM," kata perempuan berusia 33 tahun tersebut saat ditemui Republika.co.id, di Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Jombang, belum lama ini.

Di awal kegiatan, Nuria mengaku, tertarik dengan target perubahan karakter yang ditonjolkan GSM. Dari ketertarikan itu, ia mulai mencari tahu bagaimana cara mencapai target tersebut. Di GSM, Nuria menemukan caranya, yakni dengan membuat zona menarik.

"GSM memberikan langkah secara detail, salah satunya dengan membuat zona menarik," ujarnya.

Nuri bersama sekolahnya resmi bergabung dengan GSM di 2017. Berbagi informasi dilaksanakan dengan menggunakan media sosial antarguru. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan workshop sekolah model GSM.

Di tahun pertama, Nuri menerapkan, empat area menarik untuk membentuk karakter anak lebih baik. Zona-zona ini ditunjukkan untuk membantu perubahan anak dari sisi lingkungan secara positif. 

Menurut dia, konsep ini, dianggap paling mudah untuk diterapkan di lingkungan sekolah. Sebab, kelas hanya perlu dipercantik dengan warna-warni menarik di beberapa zona. Zona-zona yang dimaksud seperti area kebersihan, kedatangan, emosi, harapan dan cita-cita serta literasi.

 

Zona kebersihan berarti sekolah menentukan satu area yang dipakai sebagai lokasi penyimpanan alat bersih-bersih. Lokasi semisal di pojokan sekolah ini bertujuan untuk mengukur indikator tanggung jawab anak. Mereka harus meletakkan alat-alat kebersihan di tempat yang telah ditentukan.

"Kalau zona harapan dan cita-cita itu, ditulis apa yang mereka harapkan selama satu semester ke depan. Harapan di sini juga termasuk dari para orang tua. Dua harapan itu tulisannya disandingkan di kelas," katanya.

Zona berikutnya terkait kedatangan para siswa di sekolah. Area ini ditempatkan di salah satu titik kelas atau sekolah. Zona ini di dalamnya terdapat nama para siswa beserta urutan nomor kedatangan mereka di sekolah.

Di sekolahnya, Nuria menetapkan, jadwal masuk sekitar 06.45 WIB. Karena sistem baru ini, Nuria sempat menemukan, siswanya yang datang pada pukul 05.45 WIB. Bahkan, dalam waktu tiga hari keterlambatan di sekolahnya langsung menurun dari 30 sampai 10 persen.

"Kalau yang 10 itu alasannya karena jauh dan ada juga yang diantar orang tuanya. Jadi kedatangannya tergantung dengan orang tua," ujar Nuria.

Sebelumnya, Nuria memang memiliki data terdapat 30 siswanya yang selalu terlihat tidak semangat sekolah. Mereka malas, bahkan ia pernah menemukan satu siswanya yang sempat mogok sekolah. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement