Senin 24 Sep 2018 12:22 WIB

Pengamat: Penerapan Skema Baru PPDB Harus Bertahap

Banyak masalah pendidikan di daerah yang mestinya dibenahi dulu

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Kantor Dinas Pendidikan Kota Bandung didatangi orangtua murid dan pengunjuk rasa yang mengeluhkan aturan zonasi dalam PPDB, Kamis (12/7).
Foto: Republika/Zuli Istiqomah
Kantor Dinas Pendidikan Kota Bandung didatangi orangtua murid dan pengunjuk rasa yang mengeluhkan aturan zonasi dalam PPDB, Kamis (12/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pendidikan Said Hamid Hasan menilai penerapan zonasi semestinya diterapkan secara bertahap di daerah-daerah tertentu yang dinilai siap. Saat ini masih banyak masalah pendidikan di berbagai daerah, yang semestinya dibenahi terlebih dahulu oleh pemerintah.

Salah satunya membenahi lokasi sekolah. Said menerangkan, lokasi sekolah di Indonesia masih dibangun bukan atas pikiran zonasi melainkan warisan Belanda yang menempatkan sekolah di lingkungan domisili mereka. Setelah merdeka, sekolah pun didirikan berdasarkan kesediaan lahan bukan perhitungan penduduk di pemukiman tertentu.

"Untuk itu maka lokasi perlu dibenahi dulu," kata Said kepada Republika, Senin (24/9).

(Baca: Mendikbud: Zonasi Jadi Landasan Wajib Belajar 12 Tahun)

Said juga berpendapat sebelum zonasi diterapkan, pemerintah seharusnya menyamaratakan kualitas pendidikan di semua sekolah di setiap daerah. Jika tidak, maka nantinya bakal ada perlakuan diskriminatif bagi siswa yang ada di zona yang sekolahnya tidak berkualitas, misalnya sekolah tersebut terakreditasi C atau dibawahnya.

"Realita sekolah kita masih sangat variatif dalam kualitas dan dapat menimbulkan masalah hukum karena dapat dianggap melanggar hak seseorang untuk mendapatkan pendidikan berkualitas," tegas Said.

Selain itu dia juga meminta agar pemerintah benar-benar menjamin hak anak untuk bersekolah tidak terabaikan. Mengingat jumlah sekolah yang ada di satu zona belum tentu mampu menampung semua anak di sekolah. Karenanya menurut Said, penerapan skema baru PPDB juga berpotensi  menimbulkan masalah hukum dan kemungkinan terjadi pelanggaran kebijakan zona karena anak pergi ke sekolah di luar zonanya.

"Sehingga jumlah sekolah disetiap zona harus dipastikan dapat menampung semua anak di zona-nya. Jika tidak, maka dia tidak dapat sekolah dan hak pendidikannya terabaikan," ungkap Said.

Selain itu, dia juga mengkritisi perihal redistribusi guru yang diklaim mampu berjalan optimal setelah diterapkannya zonasi. Berdasarkan Undang-undang (UU) tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), memang guru bekerja lintas batas tetapi memindahkan guru tidak sama dengan memindahkan barang. Kompleksitasnya, jelas dia, dapat menimbulkan persoalan keluarga, sosial, budaya dan kemungkinan tuntutan hukum.

"Karena itu penerapan zoning bertahap dan persoalan di atas terselesaikan dalam suatu rencana. Pada waktu semua persyaratan terpenuhi sistem zonasi dapat dilaksanakan," tegas Said.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement