Selasa 19 Jun 2018 22:40 WIB

Sistem Zonasi PPDB Hilangkan Dikotomi Sekolah Favorit

Sistem zonasi sesuai dengan rencana kerja Panja yang terapkan standar nasional

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sistem Zonasi Penerimaan Siswa  Baru. Wali murid mengisi data calon siswa di SMAN 8 Depok, Jawa Barat, Kamis (7/6).
Foto: Republika/ Wihdan
Sistem Zonasi Penerimaan Siswa Baru. Wali murid mengisi data calon siswa di SMAN 8 Depok, Jawa Barat, Kamis (7/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Komisi X DPR RI Sutan Adil Hendra menilai, sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) akan mampu menghilangkan dikotomi antara sekolah favorit dan sekolah nonfavorit. Hal itu sejalan dengan rencana kerja Panja DPR dalam menerapkan standar nasional pendidikan yang sama di seluruh negeri.

"(Sistem zonasi) akan mendorong pemerataan mutu antardaerah, karena sebaran siswa yang berkualitas tidak hanya bertumpu pada sekolah yang dianggap favorit," ujar Sutan kepada Republika.co.id, Selasa (19/6).

Menurutnya, hal itu sejalan dengan rencana kerja Panja DPR untuk menerapkan standar nasional pendidikan yang sama di penjuru tanah air. Ia menjelaskan, di dalam Pasal 14 Permendikbud No. 14/2018 diuraikan urutan seleksi masuk SMA.

"Yakni berdasarkan jarak tempat tinggak dengan sekolah sesuai dengan ketentuan zonasi. Kemudian baru surat hasil ujian nasional (SHUN) SMP atau bentuk lain yang sederajat, dan prestasi di bidang akademik maupun nonakademik yang diakui sekolah," tuturnya.

Ia menambahkan, ketentuan seleksi PPDB berbasis zonasi juga berlaku untuk siswa baru di jenjang SMP maupun SD. Khusus untuk SD, pertimbangan pertama adalah usia peserta didik, baru setelah itu zonasi atau jarak dari rumah ke sekolah. Seleksi siswa baru jenjang SD juga tidak boleh menggunakan ujian baca, tulis, berhitung atau biasa disebut calistung.

"Kriteria PPDB sesuai dengan regulasi yang baru adalah zonasi. Bukan lagi nilai UN-nya. Pola ini memiliki kelebihan dalam menyeimbangkan sebaran siswa yang berkualitas di semua sekolah," kata dia.

Dengan adanya sistem zonasi tersebut, lanjutnya, anak didik yang berada di sekitar sekolah menjadi diutamakan dalam penerimaan siswa baru. Terlepas dari berapapun nilai UN yang didapat siswa yang bersangkutan.

Dia menegaskan, nilai UN dapat dijadikan pertimbangan terakhir. "Dengan sistem nilai UN, banyak orang dari penjuru daerah mendaftar ke sekolah yang dicap sebagai favorit. Akibatnya, ada anak yang dekat sekolah tidak diterima karena kalah bersaing dengan siswa lain yang rumahnya sangat jauh dari sekolah," ungkap dia.

Ia berharap pemerintah daerah dapat konsisten dengan ketetapan dari Kemendibud, yakni PPDB berbasis zonasi atau jarak rumah ke sekolah lebih diutamakan. Sehingga, tidak lagi membuat anak stress dan tidak ada lagi rebutan sekolah favorit. Meski demikian, ia menuturkan, persiapan dari sekolah untuk menerapkan standar yang sama dengan sekolah unggulan juga perlu dilakukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement