Rabu 30 May 2018 19:45 WIB

GSM Miliki Kesamaan Platform dengan Muhammadiyah

GSM dan Muhammadiyah memiliki visi membangun sistem pemikiran yang adaptif

Rep: Eric Iskandarsjah/ Red: Fernan Rahadi
Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) di SD Muhammadiyah Mantaran, Sleman, Yogyakarta
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) di SD Muhammadiyah Mantaran, Sleman, Yogyakarta

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi masyarakat (Ormas) yang memiliki perhatian terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, Muhammdiyah melalui Pimpinan Cabang Aisyiyah pun menggelar pelatihan bagi guru di lingkungan Aisyiyah. Salah satu pemateri dalam pelatihan itu adalah pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal.

Dalam kesempatan itu, Rizal menyampaikan bahwa GSM terinsiprasi oleh banyak hal. Pertama oleh sistem pendidikan di Australia, Ki Hajar Dewantara dan yang ketiga adalah oleh Muhammadiyah. "Inspirasi dari Muhammadiyah berhasil tersampaikan saat saya menonton film tentang Muhammadiyah yang berjudul Sang Pencerah," ujarnya kepada Republika, Rabu (30/5).

Dari situ, ia pun menyadari bahwa GSM dan Muhammadiyah memiliki platform yang sama. Platform yang ia maksud diantaranya adalah terkait kesamaan tujuan untuk mengaplikasikan nilai-nilai yang diajarkan dalam Alquran. Sehingga, nilai-nilai itu tak hanya berhenti dalam pemahaman yang abstrak tetapi juga dituangkan dalam sebuah penerapan-penerapan.

"Hal ini sesuai dengan spirit GSM, dimana ilmu pengetahuan yang diajarkan haruslah sesuai dengan persoalan yang ada. Muhammadiyah pun juga menerapkan hal itu dengan mendirikan beberapa amal usaha seperti sekolah dan rumah sakit," kata Rizal.

Tak hanya itu, lanjutnya, GSM dan Muhammadiyah juga memiliki visi yang sama untuk membangun sistem pemikiran yang adaptif terhadap kemajuan dan masa depan. Hal ini kemudian dituangkan oleh Muhhamadiyah melalui tagline 'Islam yang Berkemajuan.'

"GSM juga merupakan gerakan yang ingin membangun sistem sekolah masa depan. Sehingga, setiap kurikulum akan berkaitan dengan revolusi industri 4.0 yang sangat membutuhkan sebuah pendidikan karakter. Hal ini sangat diperlukan mengingat teknologi kerap diibaratkan sebagai dua mata pisau di mana teknologi memiliki manfaat positif namun juga dapat digunakan sebagai sarana dalam melakukan hal-hal negatif," ucapnya.

Oleh karena itu, ia meyakini bahwa pendidikan karakter adalah salah satu hal yang harus ditekankan bersamaan dengan kian bergulirnya revolusi industri 4.0 dalam setiap lini kehidupan. Pelatihan yang digelar oleh Pimpinan Cabang Aisyiyah Kotagede Yogyakarta ini digelar pada Selasa (29/5) dan Rabu (30/5). Pelatihan yang melibatkan sejumlah guru di Kotagede itu dikemas dalam format pesantren yang merupakan salah satu kegiatan untuk mengisi bulan Ramadhan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement