Senin 28 May 2018 14:59 WIB

Penurunan Nilai UN SMP Disebabkan UNBK

Rata-rata nilai UN tahun ini adalah 51,08.

Pelajar saat menunggu dijemput orang tuanya usai pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di SMP Negeri 212 Jakarta, Cilandak, Jakarta, Kamis (26/4).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pelajar saat menunggu dijemput orang tuanya usai pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di SMP Negeri 212 Jakarta, Cilandak, Jakarta, Kamis (26/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menyatakan terdapat penurunan rata-rata hasil ujian nasional (UN) untuk tingkat sekolah menengah pertama (SMP)/madrasah tsanawiyah (MTs). Nilai rata-rata turun dari 54,25 poin pada tahun sebelumnya ke 51,08 pada 2018.

Penyebabnya karena banyaknya sekolah yang mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). "Jumlah sekolah yang mengikuti UNBK pada tahun ini sebanyak 28 ribu sekolah, sementara jumlah pesertanya mencapai 63 persen," ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Kabalitbang) Kemdikbud Totok Suprayitno dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (28/5).

Dia menjelaskan penurunan terjadi pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, yakni dari 64,32 poin menjadi 64. Kemudian, Bahasa Inggris mengalami penurunan dari 50,19 menjadi 49,58 poin.

Kemudian, untuk mata pelajaran Matematika, dari 50,31 ke 43,32 poin. Selanjutnya, untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebanyak 52,18 ke 47,43 poin.

"Jumlah sekolah yang mengikuti UNBK mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Hasilnya mengalami penurunan, bukan penurunan yang penuh, tapi hasil koreksi," ujar Totok.

Sekolah dengan indeks integritas rendah pada 2017, ketika beralih ke moda komputer pada 2018, nilainya turun 28,01 poin. Sedangkan, sekolah penyelenggara UNBK selama dua tahun mengalami kenaikan sebesar 0,33 poin. Totok menambahkan UN bukan hanya sebagai alat pemetaan, melainkan lebih kepada alat diagnosis untuk merekomendasikan upaya perbaikan kualitas proses belajar.

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Kemdikbud Hamid Muhammad mengatakan, perbaikan proses belajar tidak bisa dilakukan secara seragam. Pelatihan guru perlu mengakomodir ragam kebutuhan tiap satuan pendidikan. Salah satunya berdasarkan hasil analisis UN.

"Pelatihan guru yang seragam tidak akan efektif memperbaiki permasalahan yang beragam di masing-masing sekolah," kata Hamid. Hamid menjelaskan, ke depan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dapat lebih optimal dalam merancang model dan melaksanakan pelatihan yang relevan dengan kebutuhan.

Dinas pendidikan perlu mendorong dan memfasilitasi tumbuh kembangnya atmosfer profesional di setiap MGMP dan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) agar dapat menjadi wahana peningkatan kompetensi guru secara berkelanjutan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement