Selasa 03 Apr 2018 08:00 WIB

PPI Tiongkok Bantah Komunis Diajarkan pada Pelajar Indonesia

PPI membantah ditanamkannya ideologi komunis kepada pelajar Indonesia di Tiongkok

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Bendera Cina
Bendera Cina

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Tiongkok keberatan dengan judul dan konten berita yang berjudul Di Cina, Pelajar Indonesia dapat Pelajaran Ideologi Komunis yang terbit di Republika pada Ahad (1/4). PPI Tiongkok menegaskan tak ada upaya penanaman ideologi komunis pada pelajar Indonesia yang menempuh pendidikan di Tiongkok.

"PPI membantah ditanamkannya ideologi komunis kepada pelajar Indonesia di Tiongkok," kata Ketua Umum PPI Tiongkok Raynaldo Aprilio melalui surat edaran PPI Tiongkok yang diterima Republika, Senin (2/4).

Raynaldo menyatakan, pemberitaan tersebut juga telah menimbulkan keresahan di kalangan pelajar Indonesia di Tiongkok. Ia pun menegaskan tak keberatan jika dibutuhkan informasi mengenai kegiatan para pelajar Indonesia di Tiongkok.

"Kami tidak ingin ada kesalahpahaman dan penggiringan opini negatif terhadap pelajar Indonesia yang telah, sedang, dan akan menempuh pendidikan di Tiongkok," katanya.

Sebelumnya, Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Sofyan Anif khawatir tentang adanya kemungkinan pelajar Indonesia di Tiongkok mempelajari pemahaman ideologi komunis.

Sofyan menjelaskan, kekhawatiran tersebut timbul pasca Menteri Pendidikan Tiongkok mengundang 10 rektor yang salahsatunya dihadiri oleh dia yang mewakili UMS di Tiongkok.

Dalam pertemuan tersebut, kata Sofyan, salah satu rektor perguruan tinggi diTiongkok mengungkapkan, saat iniTiongkok sedang gencar-gencarnya menanamkan ideologi komunis kepada seluruh pelajar di Tiongkok.

"Artinya apa, artinya siswa yang berasal dari Indonesia pun itu juga pasti mendapatkan pelajaran yang terkait ideologi komunis," kata Sofyan.

Menurut Sofyan, penanaman ideologi komunis dilakukan sebagai upaya Cina untuk menjadi negara yang makin maju dan meninggalkan negara-negara lainnya, terutama negara-negara yang sedang berkembang.

“Cina sekarang menjadi negara yang menguasai iptek, di samping Jepang dan Korsel. Itu sudah seratus tahun direncanakan maka negara berkembang yang ingin menyamai butuh seratus tahun. Seratus tahun lagi kita ke sana, Cina sudah jauh,” katanya.

Melihat kondisi itu, Sofyan berharap, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sebagai dua organisasi Islam terbesar dapat terus bersatu dan bersama-sama mendorong kemajuan Indonesia.

Namun, Rois Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Tiongkok, Imron Rosyadi Hamid, menyatakan, berdasarkan pengalaman mereka, universitas di Cina tidak mengajarkan idelologi komunisme.

"Kami keberatan dengan judul maupun isi berita yang tidak didasari fakta, bersifat insinuatif dan provokatif," kata pernyataan yang diterima Republika, Ahad (1/4).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement