Kamis 17 Aug 2017 22:27 WIB

Anak-Anak Muda yang Jadi Duta Bahasa

Rep: Kabul Astuti/ Red: Andri Saubani
Kemendikbud mengeluarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi kelima.
Foto: Priyantono Oemar/ Republika
Kemendikbud mengeluarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi kelima.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duta Bahasa dari Provinsi Papua, Ewis Elsita Taime (25 tahun) berbagi cerita tentang perannya sebagai duta bahasa di wilayah paling timur Indonesia. Para duta bahasa ini bertugas membantu Kemendikbud untuk memasyarakatkan bahasa Indonesia, termasuk di kalangan generasi muda.

Ewis mengatakan ada berbagai cara dilakukan untuk mengenalkan bahasa daerah. Misalnya, lewat media sosial. Strategi itu penting lantaran anak-anak muda sekarang banyak yang menggunakan internet atau sosial media, untuk menulis sesuatu.

"Kemarin kami juga melakukan penyuluhan bahasa Indonesia kepada pekerja media massa, diharapkan pengaruhnya besar terhadap para pembaca dan masyarakat," kata Ewis, usai upacara bendera peringatan kemerdekaan RI di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Kamis (17/8).

Para duta bahasa dari seluruh provinsi ini menjalani pelatihan selama 15-19 Agustus 2017 di Jakarta untuk pemilihan duta bahasa nasional. Selama menjalani pelatihan, Ewis mengungkapkan, yang paling berkesan adalah belajar mengenal aneka ragam budaya.

Jika dulu teman-temannya terbatas dari lingkup Papua, kini ia berinteraksi dengan orang dari berbagai macam suku dari Sabang sampai Merauke. "Semua dipersatukan, tidak ada lagi saya dari sini, saya dari sini. Kita semua sama-sama di sini, dan disatukan lewat bahasa Indonesia," ujarnya.

Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Klabat Sulawesi Utara ini menuturkan keberadaan bahasa Indonesia menyatukan suku-suku di Papua yang memiliki 372 bahasa daerah. Lain wilayah sudah lain pula bahasa daerahnya. Ewis berani mengatakan, bahwa lewat bahasa Indonesia, Papua sebenarnya dipersatukan.

"Di Papua itu, data terakhir dari Balai Bahasa ada 372 bahasa daerah yang teridentifikasi. Jadi setiap wilayah itu sudah berbeda bahasa daerahnya. Bayangkan kalau misalnya tidak ada bahasa Indonesia," ujar Ewis.

Menurut Ewis, bahasa Indonesia sudah mulai memasyarakat dan banyak dikuasai oleh anak-anak Papua. Hal itu seiring perluasan akses pendidikan yang sudah menjangkau wilayah pelosok Papua. Meski, ia tidak memungkiri masih ada orang-orang tua yang tidak bisa berbahasa Indonesia.

Selain memperluas penggunaan bahasa Indonesia, Ewis mengungkapkan infiltrasi bahasa asing dan bahasa gaul sudah mulai mempengaruhi keseharian anak muda Papua. Apalagi, yang tinggal di kota. Menurut Ewis, hal ini menjadi tantangan Balai Bahasa untuk melakukan penyuluhan tentang bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Sementara, Duta Bahasa dari Provinsi Kalimantan Selatan, Muhammad Andri HF (20 tahun) menceritakan proses seleksi pemilihan duta bahasa. Menurut dia, semua peserta wajib mengikuti uji kemahiran bahasa Indonesia, tes kemampuan bahasa daerah, dan tes kemampuan bahasa asing. "Kita harus juga menguasai bahasa daerah dan bahasa asing," ujarnya.

Andri menjelaskan, penggunaan bahasa Indonesia di Kalimantan Selatan sudah memasyarakat. Tidak terlalu banyak lagi penduduk Kalsel yang tidak bisa berbahasa Indonesia. Tapi, Andri mengatakan kondisi bahasa daerah di Kalsel cukup memprihatinkan.

Menurut Andri, Kalsel mempunyai 18 bahasa daerah. Bahasa Banjar adalah salah satu lingua franca di sana. "Yang sering digunakan hanya bahasa Banjar, sedangkan bahasa-bahasa daerah yang lain cenderung ditinggalkan. Kami berusaha untuk melestarikan bahasa daerah supaya 18 bahasa daerah itu tidak berkurang," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement