Kamis 14 Aug 2014 21:19 WIB

'Penambahan Jam Belajar di Indonesia Belum Ada Apa-apanya'

Rep: dyah ratna meta novia/ Red: Djibril Muhammad
Kemendikbud Muhammad Nuh (tengah) memberikan penjelasan tentang hasil UN SMA/MA dan SMK/MAK di kantor Kemendikbud, Jakarta Pusat, Senin (19/5).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Kemendikbud Muhammad Nuh (tengah) memberikan penjelasan tentang hasil UN SMA/MA dan SMK/MAK di kantor Kemendikbud, Jakarta Pusat, Senin (19/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengatakan, penambahan jam belajar bagi siswa di Indonesia belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan panjangnya jam belajar di negara-negara yang tergabung dalam Organization for Economic Co-operation and Development (OECD).

Rata-rata lama jam sekolah siswa dari SD sampai SMP di Indonesia, kata Nuh, hanya 6300 jam per tahun. Sedangkan di negara-negara OECD para siswa belajar sekitar 7000 jam per tahun dari SD sampai SMP.

Lama waktu sekolah di Indonesia, ujar Nuh, jumlah jamnya masih kalah dari negara-negara OECD. Penambahan jam belajar intinya tidak akan membebani siswa, hanya perlu pembiasaan saja.

Di negara-negara maju seperti di Prancis dan Jepang, terang Nuh, anak-anak sekolah secara full day. Kegiatan mereka di sekolah jauh lebih positif dan menyenangkan.

 

Penambahan jam belajar, ujar Nuh, sekolah akan dibuat full day atau akan ditambahkan pada sabtu, itu terserah masing-masing daerah yang mengaturnya. "Kami serahkan pengaturannya kepada pemerintah provinsi, kabupaten," ujarnya.

Di tempat terpisah, Inung salah satu orang tua siswa SDSN Mampang Prapatan 02 Jaksel mengatakan, jika penambahan jam belajar diberlakukan dengan menambahkannya pada Sabtu itu akan membebani anak. Sebab Sabtu seharusnya hari bebas untuk anak dan keluarganya.

"Anak saya kalau Sabtu jadwalnya untuk berenang dan les lainnya. Kalau disuruh sekolah malah kasihan," kata Inung.

Selain itu, terang Inung, penambahan hari sekolah juga akan meningkatkan pengeluaran orang tua untuk membayar uang antar jemput dengan ojek dan uang saku anak. "Makanya jangan sampai ada sekolah di hari Sabtu untuk anak saya," katanya menerangkan.

Sementara itu, Rini, orang tua siswa SMPN1 Bogor mengaku senang kalau anaknya sekolah full day sebab ia sering bekerja sampai sore. "Saya malah senang ya, anak sekolah sampai sore karena sekolah lebih  aman dan nyaman, dari pada di rumah anak hanya nonton TV yang tayangannya kadang tidak bagus," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement