Selasa 15 Jan 2019 06:21 WIB

Kulit Udang dan Cangkang Kepiting, Antihama Ramah Lingkungan

Nanokitosan disemprotkan untuk melapisi tanaman, sehingga terlindung dari hama.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Friska Yolanda
 Dosen Fakultas Farmasi UGM, Ronny Martien, inovator pemanfaatan  kulit udang dan kepiting jadi nanokitosan.
Foto: dok. UGM
Dosen Fakultas Farmasi UGM, Ronny Martien, inovator pemanfaatan kulit udang dan kepiting jadi nanokitosan.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) bisa mengolah limbah cangkang kepiting dan udang jadi nanokitosan. Inovasi itu bermanfaat untuk menekan hama pertanian yang ramah lingkungan.

Dosen Fakultas Farmasi UGM, Ronny Martien mengatakan, limbah itu juga bisa dimanfaatkan menjadi pengawet makanan yang aman bagi tubuh. Tentunya, itu akan bermanfaatbagi sektor pertanian dan pangan.

Ronny mengungkapkan pengembangan produk nanokitosan yang dinamai Dewaruci ini bermula dari keprihatinannya atas penggunaan pestisida yang cukup tinggi untuk membasmi hama. Utamanya, yang ada di kebun sayur dan buah di Jawa Tengah.

Menurut Ronny, penggunaan pestisida dalam jumlah besar yang dilakukan para petani memang mampu mengurangi serangan hama perkebunan. Tapi, ia menekankan kalau bahan-bahan yang digunakan tidak aman.

"Memang mampu mengurangi serangan hama perkebunan, tapi ini berbahaya," kata Ronny beberapa waktu lalu.

Ia menerangkan, iklim tropis di Indonesia menjadikan daerahnya rentan terhadap serangan hama, terutama jamur dan bakteri. Sebab, iklim tropis, suhu udara dan kelembaban yang tinggi membuat jamur, bakteri maupun serangga mudah tumbuh. 

Melihat kondisi ini, Ronny tergerak untuk mencari solusi mengatasi persolaan tersebut. Karenanya, ia melakukan penelitian untuk menciptakan teknologi yang mampu melindungi tanaman dari kerusakan akibat serangan hama.

Lama menekuni kajian nanopartikel, muncul ide untuk membuat nanokitosan guna melindungi tanaman dari hama. Ronny memanfaatkan limbah cangkang kepiting dan udang mengandung senyawa kitin jadi kitosan dalam ukuran nano partikel cair. 

"Bukan seperti pestisida yang membunuh hama, tapi nanokitosan disemprotkan untuk melapisi (coating) tanaman, sehingga melindungi dari serangan hama," ujar Ronny.

photo
Dosen Fakultas Farmasi UGM, Ronny Martien, inovator pemanfaatan kulit udang dan kepiting jadi nanokitosan.

Formula nanokitosan yang dikembangkan mengandung antimikrobia, jadi memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. Selain itu, bersifat non-toksik, biodegradabel, dan biokompatibel. 

Komponen itu tidak cuma mampu melindungi tanaman dari serangan hama. Kitosan yang merupakan biopolimer atau polimer alam, membuatnyaa aman bagi manusia dan ramah lingkungan.

"Formula ini juga dapat menyuburkan tanaman karena mempunyai kemampuan mengikat unsur hara di alam, sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman," kata Ronny.

Ia berharap, pengembangan nanokitosan ini mampu mengurangi penggunaan pestisida di sektor pertanian. Dengan demikian, mampu menekan efek berbahaya pestisida bagi kesehatan manusia, namun tetap mampu melindungi tanaman dari hama. 

Formula nankitosan yang dikembangkan Ronny telah diimplementasikan petani di Kopeng, Tawangmangu, Kediri dan Lombok Barat. Bahkan, telah digunakan sejumlah industri pertanian Indonesia.

Ronny menambahkan, nanokitosan juga dimanfaatkan sebagai pengawet organik makanan. Misalnya, untuk mengawetkan buah, sayur, ikan maupun bahan pangan lainnya.

"Bisa memperpanjang umur simpan produk makanan hingga tiga bulan dan juga menjaga kualitas produk," ujar Ronny.

Selain itu, pengaplikasian formula nanokitosan tidak akan merubah rasa, tidak merubah warna, tidak merubah tekstur, tidak menimbulkan bau, aman dan alami. Sahdi, salah satu penggunanya, mengaku mendapat banyak manfaat dan keuntungan.

Sahdi yang berasal dari Poktan Mula Jati, Desa Gelogor, Kecamatan Kediri, Lombok Barat menilai, aplikasi nanokitosan membuat tanaman padi dapat tumbuh lebih baik. Serta, daunnya banyak dan lebih hijau.

Selain itu, nanokitosan membuat kerapatan tanaman lebih padat dibandingkan tanaman padi yang tidak diberi nanokitosan. Sedangkan, yang tidak diberikan nanokitosan tumbuh jarang-jarang dan daunnya kuning. 

"Hasil panen semakin meningkat. Sebelumnya dari satu hektar lahan hanya menghasilkan tujuh ton, namun dengan aplikasi nanokitosan menghasilkan panen 13 ton," kata Sahdi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement