Rabu 28 Nov 2018 15:22 WIB

Sistem Zonasi Daerah 3T akan Disesuaikan Kondisi Setempat

Pemanfaatan zonasi dinilai efektif menyelesaikan masalah pendidikan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Muhammad Hafil
SMP Negeri 1 Nunukan, Kalimatan Utara, salah satu sekolah yang berada di wilayah perbatasan.
Foto: Republika/andi nur aminah
SMP Negeri 1 Nunukan, Kalimatan Utara, salah satu sekolah yang berada di wilayah perbatasan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) masih terus menggodok aturan zonasi yang terintegrasi untuk semua wilayah di Indonesia. Meski begitu, untuk daerah-daerah khusus seperti kepulauan, atau daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) sistem zonasi akan disesuaikan dengan kondisi masing-masing tempat.

"Ada kekhususan untuk daerah-daerah khusus seperti kepulauan, terpencil, transito, dan lain-lain sistem zonasi akan disesuaikan dengan kondisi setempat," jelas Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (28/11).

Hamid juga kembali mengungkapkan, sistem zonasi memang menjadi program utama pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan pendidikan di setiap zona. Kemendikbud telah membagi seluruh wilayah Indonesia menjadi 2.578 zona.

Dia pun optimistis, pemanfaatan zonasi efektif menyelesaikan masalah pendidikan. Mulai dari pemenuhan sarana, redistribusi guru, pembinaan guru hingga pembinaan kesiswaan.

"Intinya zonasi ini adalah program yang terintegrasi," jelas dia.

Sebelumnya, Bupati Nunukan, Asmin Laura Hafid berpendapat zonasi guru harusnya tidak dipukul rata dan diberlakukan sama ke semua daerah. "Sistem zonasi guru ini kalau di wilayah perkotaan bisa, tapi kalau di wilayah kepulauan seperti Nunukan, nanti akan jadi masalah, jadi sebaiknya disesuaikan dengan kondisi daerah," ujar Laura, di Nunukan, Selasa (27/11).

Begitupun zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA yang masih menimbulkan keributan. Karena tidak semua kecamatan sudah tersedia SMA, melainkan yang ada adalah SMK.

Laura mencontohkan, kasus yang terjadi Kecamatan Semenggaris, yang belum tersedia SMA Negeri. Di kecamatan itu baru ada satu SMK negeri. Saat ada siswa yang ingin melanjutkan ke SMA Negeri menjadi bermasalah karena penerapan zonasi membuatnya tak bisa mendaftar ke kecamatan lain.

"Padahal anak ini termasuk berprestasi, tapi dia tak mau sekolah kejuruan. Mungkin akan ada sedikit kekecewaan, dan menjalani pendidikan sedikit keterpaksaan," ujarnya.

Baca juga: Beda Hasil Pemeriksaan LPJ GP Ansor dan Pemuda Muhammadiyah

Baca juga: Survei Median Tunjukkan Prabowo Masih Punya Harapan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement