Senin 05 Nov 2018 14:02 WIB

Pemerintah Harus Evaluasi Kurikulum 2013 Secara Komprehensif

Untuk meningkatkan mutu pendidikan salah satu yang mesti dilakukan yakni evaluasi.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Kurikulum 2013
Kurikulum 2013

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pendidikan sekaligus Direktur PT. Wacana Tata Akademika Eka Simanjutak menilai selama ini pemerintah tidak pernah melakukan evaluasi secara komprehensif terhadap kurikulum 2013 (K13). Padahal untuk meningkatkan mutu pendidikan salah satu yang mesti dilakukan yakni evaluasi.

Eka menerangkan selama lima tahun ini kurikulum 2013 telah digunakan secara sama, mulai dari di Aceh hingga Papua. Padahal kultur dan masalah setiap sekolah di berbagai daerah sangat berbeda. 

"Jadi evaluasi ini mengkaji kelemahannya di mana, lalu kelemahan di Aceh, di Sumut dan di Sumba misal apa saja. Sehingga nantinya evaluasi kurikulum tersebut menjadi treatment bagi pendidikan di setiap daerah," kata Eka dalam peluncuran laporan Baseline Tujuan Pembanguan Berkelanjutan 4 untuk Indonesia di Hotel Century Jakarta, Senin (5/11).

Evaluasi kurikulum, jelas Eka, mungkin saja sudah dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Namun evaluasi yang dilakukan hanya pada permukaan saja, tidak sampai akar masalah sehingga hasil dari evaluasi tersebut nihil.

Berdasar pada pengalamannya melakukan penguatan literasi di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua, lanjut Eka, mayoritas guru yang ada di NTT masih kesulitan mencerna kurikulum 2013 tersebut. Bahkan dari pengakuan guru Biologi di NTT, setiap materi yang disampaikan paling hanya bisa di mengerti oleh 5 orang siswa saja di dalam satu kelas.

"Kurikulum yang digunakan sekarang itu memang kontennya terlalu banyak dan tidak sesuai dengan jam pertemuan di kelas. Coba saja lihat kurikulum itu, terlau banyak materi yang perlu disampaikan, sehingga ujung-ujungnya itu tidak optimal diajarkan," jelas dia.

Eka juga meminta agar pemerintah tidak hanya fokus pada peningkatan Angka Partisipasi Kasar (APK) sekolah tanpa dibarengi peningkatan kualitas pendidikan. Sebab, kata dia, tidak etis jika pemerintah mendorong anak menuntut ilmu di sekolah namun di sekolah tersebut tidak bisa membuat anak menjadi cerdas.

"Jadi ya pemerataan kualitas pendidikan, sarana prasana di semua sekolah di Indonesia," tegas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement