Rabu 24 Oct 2018 14:07 WIB

Mendikbud: Tak Ada Diskriminasi Pembagian Tenda Darurat

Sebagian besar tenda kemendikbud sudah digunakan di NTB

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Sejumlah anak korban gempa dan tsunami Palu belajar mengaji di lokasi Pengungsian Vatulemo, Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (10/10).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Sejumlah anak korban gempa dan tsunami Palu belajar mengaji di lokasi Pengungsian Vatulemo, Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (10/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy kembali angkat bicara terkait tudingan adanya diskriminasi dalam pembagian tenda darurat antara sekolah dan madrasah yang terdampak bencana. Menurut dia, di lapangan seringkali kedua belah pihak (sekolah dan madrasah) saling mendukung.

"Di Lombok misalnya, ada madrasah yang kita bantu tenda darurat," kata Muhadjir saat dihubungi Republika, Rabu (24/10).

Terkait kondisi di Sulawesi Tengah, lanjut dia, kekurangan tenda bukan hanya dialami oleh madrasah saja tetapi sekolah juga mengalami kekurangan. Terlebih kebutuhan tenda untuk sekolah lebih banyak yakni sekitar 1.500 tenda darurat, sedangkan kebutuhan madrasah sebanyak 700 tenda darurat. Sehingga keliru jika disebut bahwa ada diskriminasi dalam pembagian tenda darurat di Sulteng.

"Untuk di Sulteng memang terjadi kekurangan tenda, karena sebagian besar tenda kemendikbud sudah digunakan di NTB. Jadi bukan hanya madrasah yang kekurangan, tetapi sekolah juga," jelas dia.

Pengadaan tenda baru pun, tambah dia, masih terhambat oleh prosedur karena harus mengalami lelang di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Untung saja, lanjut Muhadjir, ada bantuan dari UNICEF sebanyak 450 tenda darurat.

"Alhamdulillah ada bantuan dari UNICEF 450 buah, sekarang sudah datang 200 buah. Tetapi memang belum cukup," terang Muhajdir.

(Baca: Tenda Darurat di Palu untuk Madrasah belum Mencukupi)

Karenanya, untuk menyiasati kekurangan tenda darurat dia memohon agar masyarakat bergotong-royong membuat sekolah darurat dengan bahan bangunan yang tersisa di lingkungannya. Nantinya masyarakat yang memiliki inisiasi membuat sekolah darurat, bisa melapor karena biaya pemasangan dan terpal akan ditanggung oleh Kemendikbud.

Muhadjir juga menegaskan semua yang dilakukan terkait pembagian tenda darurat telah disesuaikan dengan wewenang dan tanggung jawab antara Kemendikbud dan Kementerian Agama (Kemenag).

"Tidak ada diskriminasi, itu sesuai wewenang dan tanggung jawab. Kemendikbud mengurusi sekolah, Kemenag mengurusi madrasah," tegas Muhadjir.

Sebelumnya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan, seharusnya distribusi tenda darurat untuk kegiatan belajar mengajar korban gempa di Sulawesi Tengah (Sulteng) berprinsip nondiskriminasi. Sebab menurut dia, saat ini pembagian tenda kelas darurat hanya difokuskan untuk sekolah di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sedangkan untuk madrasah yang notabene di bawah kewanagan Kementerian Agama (Kemenag) masih sangat terbatas.

"Sejatinya, dalam memberikan bantuan kemanusian termasuk fasilitas tenda untuk sekolah darurat semestinya berprinsip non diskriminasi. Anak-anak yang bersekolah di sekolah umum di bawah kewenangan Kemdikbud maupun anak-anak yang bersekolah di madrasah-madrasah, semuanya adalah warga Negara Indonesia yang memiliki hak yang sama," jelas Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Lystiarti dalam pers rilisnya, Selasa (23/10).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement