Ahad 14 Oct 2018 11:48 WIB

Keluar dari Zona Kenyamanan (Comfort Zone)

Dibahas rencana kerja sama double degree dan pertukaran mahasiswa antarkedua kampus

CEO IPMI International Business School, Jimmy Gani bersama Dr Stephan di Burgundy School of Bussines Paris
Foto: istimewa
CEO IPMI International Business School, Jimmy Gani bersama Dr Stephan di Burgundy School of Bussines Paris

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Jimmy Gani

Alhamdulillah.

Setelah melalui perjalanan udara yang panjang dari Jakarta ke Paris, dilanjutkan dengan perjalanan darat menggunakan kereta cepat TGV, akhirnya kami sampai di Kota Dijon. Secara total, kami menghabiskan lebih dari satu hari penuh untuk menempuh perjalanan dari Jakarta ke Istanbul, dilanjutkan ke Paris, dan akhirnya ke Dijon.

Sewaktu mampir di Paris, kami beruntung masih sempat beristirahat sejenak di rumah kawan kami Ibu Rani dan Pak Agung Kurniadi, yang saat ini bertugas sebagai Wakil Dubes (Deputy Chief of Mission) di KBRI Perancis.

Begitu sampai di Kota Dijon pada malam hari, kelelahan perjalanan yang lumayan menyita energi ini sepertinya terbayarkan semua. Dari stasiun Dijon Ville, hanya butuh waktu kurang dari 5 menit berjalan kaki ke hotel tempat kami menginap. Kota Dijon adalah kota mungil dengan penduduk kurang dari 200 ribu orang, dan secara luasan pun termasuk kecil untuk sebuah kota. Namun demikian rupanya Dijon di masa lalu memainkan peran signifikan dalam ekonomi dan politik Perancis.

Misi saya ke Dijon adalah untuk meninjau Burgundy School of Business (BSB) dan bertemu dengan Dekan Dr. Stephan Bourcieu. Kebetulan IPMI International Business School dan BSB telah menjalin kerja sama beberapa tahun terakhir, antara lain melakukan pertukaran mahasiswa. Kita berencana untuk meningkatkan kerja sama ini dengan melakukan program double degree dimana seorang mahasiswa IPMI akan berkuliah 3 tahun di IPMI dan 1 tahun di BSB untuk mendapatkan gelar dari masing-masing institusi.

Begitu bertemu dengan Dr. Stephan Bourcieu, kita bisa langsung cocok dan akrab, yang menggambarkan hubungan kerjasama yang baik antara dua institusi yang kita pimpin. Dr. Stephan Bourcieu. Beliau bercerita bagaimana beliau diangkat sebagai Dekan BSB pada usia yang muda, 34 tahun, dan telah mengarungi perjalanan menjadi dekan salama lebih dari 12 tahun. Pada saat diangkat, beliau adalah dekan termuda di Perancis. Kalau saja ada museum rekor Perancis seperti MURI di Indonesia, mungkin beliau sudah menggondolnya seperti saya mendapatkan rekor MURI sebagai direktur utama termuda BUMN hampir 10 tahun lalu.

Perbincangan kami berdua dalam jamuan makan siang di sebuah restoran Perancis dekat kampus BSB, diikuti juga oleh International Relations Manager BSB Marie Franchel dan istri saya Roesfini Damayanti (Iin).  Diskusi berlangsung hangat dan kami belajar satu sama lain mengenai institusi masing-masing dan bagaimana perkembangannya. Dr. Stephan juga bercerita mengenai sejarah Dijon, Ibu Kota Provinsi Burgundy, yang 200 tahun lalu memainkan peran luar biasa berkat ekonominya yang maju. Burgundy terkenal dengan produksi wine dan spirit-nya. Bahkan hal ini mendorong BSB untuk membuat fakultas sendiri di bidang wine and spirit beberapa tahun lalu, yang merupakan suatu terobosan.

Di bawah kepemimpinan Dr. Stephan, BSB telah berkembang menjadi suatu institusi pendidikan berskala dunia yang berhasil menginternasionalisasi dirinya. Perancis memang dikenal sebagai bangsa nasionalistik yang menginginkan bahasa Perancis sebagai bahasa yang senantiasa digunakan di dalam negeri, maupun di luar negeri, dalam berbagai kesempatan. Sekitar 200 tahun lalu, dalam masa kejayaannya, Perancis memang memiliki cakupan wilayah yang luas dengan jajahannya yang tersebar di berbagai belahan dunia, sehingga memungkinkan untuk menyebarkan bahasa dan budaya Perancis. Saat ini kejayaan itu tidak lah seperti dahulu lagi. Ini yang menjadi dasar bagi Dr. Stephan untuk mengubah pendidikan di BSB, keluar dari kebiasaan dan zona kenyamanan.

photo
photo
Jimmy Gani bersama isteri tercinta Iin
BSB beberapa tahun lalu mulai menawarkan program yang dilakukan secara penuh dalam bahasa Inggris. Hal ini membuka minat banyak masyarakat asing untuk kuliah di BSB, mengingat tidak mudah menguasai bahasa Perancis. Hal ini juga membuka peluang kerjasama dengan universitas-universitas di luar negeri, yang lebih banyak menggunakan bahasa Inggris ketimbang bahasa Perancis sebagai pengantar kuliahnya, termasuk di IPMI.

Dengan keluar dari zona kenyamanan ini, internationalisasi BSB menjadi lebih berhasil. Mereka kemudian juga berhasil mendapatkan akreditasi international, AACSB dan Equis, yang menempatkan mereka pada top 1% dari sekolah bisnis di seluruh dunia yang memiliki dua akreditasi tersebut. Hal ini membuat BSB tambah diminati oleh mahasiswa dari berbagai penjuru dunia untuk mengambil kuliahnya disana.

Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari perbincangan singkat antara kami dengan dekan BSB Dr. Stephan Bourcieu. Beliau berhasil membawa BSB keluar dari zona kenyamanannya dan memperluas jaringan internasionalnya. Dari sekitar 1.000 mahasiswa yang dimiliki pada saat beliau baru diangkat sebagai dekan, saat ini BSB memiliki sekitar 2.700 mahasiswa sarjana maupun pascasarjana. Mereka juga secara tradisional adalah sekolah manajemen umum, namun telah merambah pada fakultas khusus dengan membuka jurusan wine and spirit, yang menarik banyak minta mahasiswa internasional.

Selain itu, mereka juga baru saja membuka lembaga inkubasi usaha start-up mahasiswa sekitar dua tahun lalu. Saat ini lebih dari 40 proyek yang dikerjakan oleh mahasiswa dalam lembaga tersebut. Satu hal yang saya juga takjub adalah bahwa mereka berani menggunakan branding sebagai Burgundy School of Business, padahal secara formal nama institusi mereka adalah ESC Dijon Bourgogne, sebuah nama yang sulit diucapkan dan diingat komunitas internasional.

BSB telah berhasil dibawa oleh Dr. Stephan Bourcieu keluar dari zona kenyamanannya. Untuk itu kita perlu apresiasi bagaimana perubahan dilakukan demi kebaikan dalam membawa suatu institusi menjadi kelas dunia seperti BSB. Banyak hal yang dapat kami petik dari pertemuan singkat dengan Dr. Stephan Bourcieu ini. Semoga institusi pendidikan di Indonesia juga dapat berjuang untuk keluar dari zona keyamanannya dan menjadi institusi pendidikan berskala dunia. Aamiin.

* Executive Director & CEO IPMI International Business School

Founder & Chairman, Proven Force Indonesia Group

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement