Senin 24 Sep 2018 10:50 WIB

Mendikbud: Zonasi Jadi Landasan Wajib Belajar 12 Tahun

Sekolah dituntut aktif mendatangi keluarga yang memiliki anak usia sekolah

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB). Tahun ini, PPDB dilakukan sesuai zonasi atau wilayah tinggal siswa.
Foto: ANTARA FOTO/Maulana Surya
Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB). Tahun ini, PPDB dilakukan sesuai zonasi atau wilayah tinggal siswa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy optimistis dengan sistem zonasi, target wajib belajar 12 tahun akan lebih mudah dicapai. Sekolah bersama aparat daerah dapat lebih aktif mendorong anak-anak usia sekolah untuk belajar di sekolah atau pendidikan kesetaraan.

Dia menjelaskan, dengan skema penerimaan peserta didik baru (PPDB) sekolah dituntut aktif mendatangi keluarga-keluarga yang memiliki anak usia sekolah untuk masuk sekolah, bersama aparat daerah. Sehingga sekolah tidak lagi hanya menunggu siswa datang mendaftarkan diri.

"Jadi yang tidak mau di sekolah, harus dicarikan alternatif yaitu di pendidikan kesetaraan. Sehingga tidak boleh lagi anak usia wajib belajar 12 tahun yang tidak belajar," kata Muhadjir melalui pesan tertulis, Senin (24/9).

Dengan sistem zonasi, jelas Muhadjir, penerimaan siswa baru diyakini dapat berjalan lebih baik dan mencerminkan keberadilan. Melalui zona-zona yang ada, peta guru dan sarana prasarana pendidikan menjadi lebih jelas, sehingga memudahkan dalam penanganan permasalahan.

Selain itu menurut dia, jika sebelumnya, populasi sumber daya unggulan terkonsentrasi pada sekolah-sekolah tertentu yang dianggap berkualitas atau favorit, maka ke depan semua sekolah akan didorong memiliki kualitas yang baik.

"Penerapan sistem zonasi untuk pemerataan pendidikan yang berkualitas diharapkan dapat mengatasi persoalan ketimpangan di masyarakat. Selain itu, sistem zonasi juga menjadi langkah strategis dalam penerapan pendidikan karakter," ungkap dia.

Ekosistem pendidikan, menurut Muhadjir, sangat penting bagi penerapan pendidikan karakter. Dicontohkannya, saat jarak sekolah dekat dengan tempat tinggal, kemudian siswa jenjang pendidikan dasar bisa berjalan kaki ke sekolah. Dalam proses berjalan ke sekolah itu, siswa bisa belajar etiket warga negara. Orang tua dan masyarakat sekitar ikut teribat dalam pendidikan karakter.

"Zonasi ini adalah terjemahan operasional dari ekosistem pendidikan yang dimaksud dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional itu," ungkap dia.

Sementara itu, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Supriano, menyampaikan bahwa tujuan rakor ini adalah agar dapat menyosialisasikan kebijakan zonasi secara lebih baik. Kemudian juga menyosialisasikan pembahasan seputar potret pendidikan di daerah, peta sebaran satuan pendidikan nominasi pusat zona, dan proses manajemen pembuatan zona.

Adapun informasi terkait zona tersebut dapat dilihat publik melalui laman http://zonamutu.data.kemdikbud.go.id.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement