Senin 17 Sep 2018 13:40 WIB

Guru Honorer Mogok, Kegiatan Belajar SD Terganggu

Para guru mogok karena menolak Permen PAN RB No 36 Tahun 2018.

Rep: Riga Nurul Iman/ Red: Muhammad Hafil
Ratusan guru honorer di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat menggelar mogok mengajar dan menolak ketentuan penerimaan CPNS di Sekretariat PGRI Kecamatan Kadudampit, Sukabumi Senin (17/9).
Foto: Republika/Riga Nurul Iman
Ratusan guru honorer di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat menggelar mogok mengajar dan menolak ketentuan penerimaan CPNS di Sekretariat PGRI Kecamatan Kadudampit, Sukabumi Senin (17/9).

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI--Aksi mogok mengajar ratusan guru honorer di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat berdampak pada kegiatan belajar mengajar di sekolah. Karena, kebanyakan sekolah dasar (SD) dan sebagian sekolah menengah pertama (SMP) di Sukabumi didominasi oleh guru honorer.

Sebelumnya sekitar 300 orang guru honorer di Kabupaten Sukabumi menggelar aksi mogok mengajar dan berkumpul di Sekretariat Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kecamatan Kadudampit, Sukabumi Senin (17/9). Mereka menolak persyaratan penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) dengan batasan usia maksimal 35 tahun. Sementara para guru honorer kebanyakan usianya di atas 35 tahun.

"Kegiatan belajar mengajar akan terganggu,’’ ujar Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kecamatan Kadudampit yang juga Kepala Sekolah SDN Cipetir Kadudampit, Enda Suhenda kepada wartawan, Senin (17/9). Sebabnya rata-rata sekolah kebanyakan didominasi oleh guru honorer dibandingkan guru PNS.

Contohnya kata Enda, di SDN Cipetir Kadudampit dari 14 orang guru sebanyak sembilan diantaranya guru honorer dan lima lainnya PNS. Guru tersebut harus mengajar di 12 rombongan belajar (rombel).

Sehingga lanjut Enda, para guru honorer ini keberadaanya sangat dibutuhkan oleh sekolah-sekolah. Terlebih jika aksi mogok belajar guru honorer ini berjalan cukup lama.

Kepala sekolah lainnya di SDN Kadudampit Samsul mengatakan hal yang senada. ‘’ Dampak mogok mengajar ini akibatnya anak-anak tidak terbimbing secara efektif seperti biasanya,’’ kata dia.

Samsul mengatakan, jika aksi mogok cukup lama maka akan berdampa besar pada kegiatan belajar anak di kelas. Di sekolahnya guru honorer mencapai enam orang dan semuanya menjadi wali kelas. Sedangkan yang guru PNS sebanyak delapa orang.

"Jika aksi terus berlanjut maka saya khawatir anak-anak tidak bisa belajar dengan baik,’’ imbuh Samsul. Meskipun pada saat aksi mogok ini anak-anak tetap sekolah tanpa kehadiran guru untuk mengajar.

Ketua Forum Guru Honorer Kecamatan Kadudampit, Sukabumi Kris Dwi Purnomo mengatakan, aksi ini merupakan awal pergerakan mogok belajar dari para guru honorer. Kegiatan ini diikuti para guru dari beberapa kecamatan di Sukabumi.

Di antaranya Kecamatan Kadudampit, Parungkuda, Bantargadung, Cisaat, Gunungguruh, Cidahu, Gegerbitung, Sukaraja, Sukalarang, Cikakak, dan Cireunghas. Jumlah guru yang mogok mengajar mencapai sekitar 300 orang.

Menurut Kris, para guru mogok mengajar karena menolak Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 36 Tahun 2018 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan Seleksi CPNS 2018. Mereka menilai ketentuan itu cacat hukum dan sangat diskriminatif.

Di mana ungkap Kris, pelamar CPNS pada tahun ini untuk honorer kategori dua harus di bawah 35 tahun. Ketentuan ini bagi para guru honorer sangat tidak adil karena banyak guru yang usianya di atas itu.

''Bagi kami yang sudah mengabdi cukup lama ini tidak adil,'' imbuh Kris. Sehingga para guru meminta ketentuan itu dibatalkan.

Rencananya kata Kris, aksi mogok akan dilakukan sepekan ke depan. Bahkan bila tidak direspon maka aksi mogok akan diperpanjang hingga sebulan.

Kris menutuskan, aksi mogok ini pasti berdampak pada kegiatan belajar mengajar di sekolah. Pasalnya di setiap sekolah guru honorer paling mendominasi dibandingkan guru yang berstatus PNS.

Kris mengatakan, aksi ini terpaksa dilakukan karena adanya ketentuan yang tidak adil dalam penerimaan CPNS 2019. Sehingga para guru menuntut pembatalan rekrutmen CPNS pada 2019.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement